Penyakit Difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Corynebacterium Diphteriae. Mudah menular dan menyerang terutama
saluran napas bagian atas dengan gejala Demam tinggi, pembengkakan pada amandel
( tonsil ) dan terlihat selaput puith kotor yang makin lama makin membesar dan
dapat menutup jalan napas. Racun difteri dapat merusak otot jantung yang dapat
berakibat gagal jantung. Penularan umumnya melalui udara ( betuk / bersin )
selain itu dapat melalui benda atau makanan yang terkontamiasi.
Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus dan pertusis sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang penyuntikan satu – dua bulan. Pemberian imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus dalam waktu bersamaan. Efek samping yang mungkin akan timbul adalah demam, nyeri dan bengkak pada permukaan kulit, cara mengatasinya cukup diberikan obat penurun panas .
Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus dan pertusis sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang penyuntikan satu – dua bulan. Pemberian imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus dalam waktu bersamaan. Efek samping yang mungkin akan timbul adalah demam, nyeri dan bengkak pada permukaan kulit, cara mengatasinya cukup diberikan obat penurun panas .
Malang.
Apakah Difteri Itu? Difteri
adalah suatu infeksi akut pada saluran pernafasan. Lebih sering menyerang
anak-anak. Penularan difteri biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang
yang membawa kuman ke orang lain yang sehat. Selain itu penyakit ini bisa juga
ditularkan melalui benda atau makanan yang terkontaminasi. Tetapi tak jarang
racun juga menyerang kulit dan bahkan menyebabkan kerusakan saraf dan jantung.
Beberapa tahun yang lalu, Difteri merupakan penyebab utama kematian
pada anak-anak tetapi sekarang sudah tidak lagi.
Menurut
tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu:
1. Infeksi Ringan.
bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala hanya nyeri menelan.
2. Infeksi Sedang
bila pseudomembran telah menyerang sampai faring (dinding belakang rongga mulut) sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.
3. Infeksi Berat
bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala komplikasi seperti miokarditis (radang otot jan tung), paralisis (kelemahan anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal).
1. Infeksi Ringan.
bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala hanya nyeri menelan.
2. Infeksi Sedang
bila pseudomembran telah menyerang sampai faring (dinding belakang rongga mulut) sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.
3. Infeksi Berat
bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala komplikasi seperti miokarditis (radang otot jan tung), paralisis (kelemahan anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal).
Cara
Penularan Difteri
Bisa ditularkan melalui udara (percikan ludah/droplet) dan selain itu bisa ditularkan juga melalui makanan yang terkon taminasi.
Bisa ditularkan melalui udara (percikan ludah/droplet) dan selain itu bisa ditularkan juga melalui makanan yang terkon taminasi.
Gejala
Penderita Difteri
Difteri termasuk penyakit saluran pernafasan bagian atas. Anak yang terinfeksi kuman Difteri setelah 2-4 hari akan mengalami gejala-gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas, diantara nya:
1. Demam tinggi + 38 C
2. Nyeri telan
3. Pusing
4. Tampak selaput berwarna putih keabu-abuan (Pseudo membran).
5. Bengkak pada leher.
Difteri termasuk penyakit saluran pernafasan bagian atas. Anak yang terinfeksi kuman Difteri setelah 2-4 hari akan mengalami gejala-gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas, diantara nya:
1. Demam tinggi + 38 C
2. Nyeri telan
3. Pusing
4. Tampak selaput berwarna putih keabu-abuan (Pseudo membran).
5. Bengkak pada leher.
Beberapa
anak dapat mengalami sakit kepala, suara parau, nyeri menelan, dan nyeri otot.
Gejala-gejala ini disebab kan oleh racun yang dihasilkan oleh kuman difteri.
Jika tidak diobati, racun yang dihasilkan oleh kuman ini dapat menyebab kan
reaksi peradangan pada jaringan saluran napas bagian atas sehingga sel-sel
jaringan dapat mati. Sel-sel jaringan yang mati bersama dengan sel-sel radang
membentuk suatu membran atau lapisan yang dapat mengganggu masuknya udara
pernapasan. Membran atau lapisan ini berwarna abu-abu kecoklatan, dan biasanya
dapat terlihat. Gejalanya anak menja di sulit bernapas. Jika lapisan terus
terbentuk dan menutup saluran napas yang lebih bawah akan menyebabkan anak
tidak dapat bernapas. Akibatnya sangat fatal karena dapat menimbulkan kematian
jika tidak ditangani dengan segera.
Racun
yang sama juga dapat menimbulkan komplikasi pada jantung dan susunan saraf,
biasanya terjadi setelah 2-4 minggu terinfeksi dengan
kuman difteri. Kematian juga sering terjadi karena jantung menjadi rusak.
kuman difteri. Kematian juga sering terjadi karena jantung menjadi rusak.
Pertolongan
Pertama Pada Difteri
1. Pergi ke dokter bila ada gejala Difteri.
2. Ada gejala: dilakukan pemeriksaan Swab (hidung atau tenggorokan).
3. Hasil pemeriksaan akan di periksa di laboratorium. Bila terbukti hasil pemeriksaan positif maka bisa diberikan terapi oleh dokter.
1. Pergi ke dokter bila ada gejala Difteri.
2. Ada gejala: dilakukan pemeriksaan Swab (hidung atau tenggorokan).
3. Hasil pemeriksaan akan di periksa di laboratorium. Bila terbukti hasil pemeriksaan positif maka bisa diberikan terapi oleh dokter.
Pencegahan
Difteri
1. Memberikan kekebalan pada anak-anak dengan cara:
- Imunisasi DPT/HB untuk anak bayi. Imunisasi di berikan sebanyak 3 kali yaitu pada saat usia 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan.
- Imunisasi DT untuk anak usia sekolah dasar (usia kurang dari 7 tahun). Imunisasi ini di berikan satu kali.
- Imunisasi dengan vaksin Td dewasa untuk usia 7 tahun ke atas.
2. Hindari kontak dengan penderita langsung difteri.
3. Jaga kebersihan diri.
4. Menjaga stamina tubuh dengan makan makanan yang bergizi dan berolahraga cuci tangan sebelum makan.
5. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur.
6. Bila mempunyai keluhan sakit saat menelan segera memeriksakan ke Unit Pelayanan Kesehatan terdekat.
1. Memberikan kekebalan pada anak-anak dengan cara:
- Imunisasi DPT/HB untuk anak bayi. Imunisasi di berikan sebanyak 3 kali yaitu pada saat usia 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan.
- Imunisasi DT untuk anak usia sekolah dasar (usia kurang dari 7 tahun). Imunisasi ini di berikan satu kali.
- Imunisasi dengan vaksin Td dewasa untuk usia 7 tahun ke atas.
2. Hindari kontak dengan penderita langsung difteri.
3. Jaga kebersihan diri.
4. Menjaga stamina tubuh dengan makan makanan yang bergizi dan berolahraga cuci tangan sebelum makan.
5. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur.
6. Bila mempunyai keluhan sakit saat menelan segera memeriksakan ke Unit Pelayanan Kesehatan terdekat.
Pertolongan
terhadap difteri yang menyerang keluarga / teman:
1. Hindari kontak langsung dengan penderita difteri atau karier (pembawa) difteri.
2. Lakukan pemeriksaan kesehatan diri dan anggota keluarga ke fasilitas kesehatan terdekat.
3. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan rumah.
4. Penderita Difteri atau karier agar menggunakan masker sampai sembuh.(*)
1. Hindari kontak langsung dengan penderita difteri atau karier (pembawa) difteri.
2. Lakukan pemeriksaan kesehatan diri dan anggota keluarga ke fasilitas kesehatan terdekat.
3. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan rumah.
4. Penderita Difteri atau karier agar menggunakan masker sampai sembuh.(*)
HIMBAUAN
DARI DINAS KESEHATAN KABUPATEN MALANG:
1. Semua bayi usia kurang dari 1 tahun sudah harus mendapatkan 5 (lima) imunisasi dasar lengkap (BCG, DPT, Hepatitis, Polio dan Campak
2. Masyarakat diharapkan berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
3. Bila ada masyarakat yang mengalami gejala seperti penyakit dipteri, secepatnya berobat ke pelayanan medis terdekat (Puskesmas atau Rumah Sakit)
1. Semua bayi usia kurang dari 1 tahun sudah harus mendapatkan 5 (lima) imunisasi dasar lengkap (BCG, DPT, Hepatitis, Polio dan Campak
2. Masyarakat diharapkan berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
3. Bila ada masyarakat yang mengalami gejala seperti penyakit dipteri, secepatnya berobat ke pelayanan medis terdekat (Puskesmas atau Rumah Sakit)
Demikian
sekelumit informasi tentang penyakit DIFTERI
yang sering menghinggapi manusia, dimana apabila tidak diadakan pemeriksaan
sejak timbul gejala awal dapat membawa akibat kematian. Oleh karenanya
informasi ini akan sangat penting sekali bagi pemeliharaan kesehatan bagi bagi
masyarakat Kabupaten Malang dan sekitarnya. Apapun alasannya, maka
mencegah timbulnya difteri adalah lebih baik dan lebih ringan biayanya
daripada mengobati penyakit. Mudah-mudahan informasi yang sederhana ini dapat
bermanfaat bagi masyarakat di Kabupaten Malang.
Selengkapnya: http://www.lawangpost.com/read/pengertian-difteri-pencegahan-dan-pengobatannya/1438/#ixzz3JUE3iGFi
Lawang Post
Under Creative Commons License: Attribution
Mei
06 undefined
06 undefined
den ger
Anak yang terinfeksi dengan kuman
difteri, setelah 2-4 hari akan mengalami gejala-gejala infeksi saluran napas
bagian atas, yang paling sering berupa demam, terkadang sampai menggigil dan
sakit tenggorokan. Beberapa anak dapat mengalami sakit kepala, suara parau,
nyeri menelan, dan nyeri otot. Gejala-gejala ini disebabkan oleh racun yang
dihasilkan oleh kuman difteri. Jika tidak diobati, racun yang dihasilkan oleh
kuman ini dapat menyebabkan reaksi peradangan pada jaringan saluran napas
bagian atas sehingga sel-sel jaringan dapat mati.
Sel-sel jaringan yang mati bersama dengan sel-sel radang membentuk suatu membran atau lapisan yang dapat menggangu masuknya udara pernapasan. Membran atau lapisan ini berwarna abu-abu kecoklatan, dan biasanya dapat terlihat. Gejalanya anak menjadi sulit bernapas. Jika lapisan terus terbentuk dan menutup saluran napas yang lebih bawah akan menyebabkan anak tidak dapat bernapas. Akibatnya sangat fatal karena dapat menimbulkan kematian jika tidak ditangani dengan segera.
Racun yang sama juga dapat menimbulkan komplikasi pada jantung dan susunan saraf, biasanya terjadi setelah 2-4 minggu terinfeksi dengan kuman difteri. Kemtian juga sering terjadi karena jantung menjadi rusak
Sel-sel jaringan yang mati bersama dengan sel-sel radang membentuk suatu membran atau lapisan yang dapat menggangu masuknya udara pernapasan. Membran atau lapisan ini berwarna abu-abu kecoklatan, dan biasanya dapat terlihat. Gejalanya anak menjadi sulit bernapas. Jika lapisan terus terbentuk dan menutup saluran napas yang lebih bawah akan menyebabkan anak tidak dapat bernapas. Akibatnya sangat fatal karena dapat menimbulkan kematian jika tidak ditangani dengan segera.
Racun yang sama juga dapat menimbulkan komplikasi pada jantung dan susunan saraf, biasanya terjadi setelah 2-4 minggu terinfeksi dengan kuman difteri. Kemtian juga sering terjadi karena jantung menjadi rusak
Faktor Penyebab, faktor Host dan Faktor Lingkungan terjadinya Difteri
Jika kita merunut pada data dan sejarah, pada awalnya difteri merupakan penyakit yang sangat endemis di Eropa Barat, dan merupakan beban kesehatan yang sangat berarti pada jaman sebelum ditemukannya vaksin. Setelah era vaksinasi, kemudian Vaksin difteri toxoid dimasukkan sebagai salah satu program imunisasi rutin di Eropa Barat pada tahun 1940 dan 1950 dan program imunisasi anak di Eropa pada tahun 1950 dan 1960. Kemudian didapatkan hasil, bahwa program vaksinasi massal dapat mengendalikan wabah penyakit difteri yang ada di daerah endemis maupun impor.Walaupun beberapa kejadian luar biasa (KLB) penyakit menular, dapat ditekan, namun disisi lain beberapa penyakit seperti demam berdarah, keracunan dan Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti penyakit difteri mulai muncul kembali. Difteri adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang saluran pernafasan bagian atas seperti tonsil, faring, laring, hidung, namun ada juga yang menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang-kadang konjungtiva atau vagina.
Menurut laporan UNICEF, di Indonesia terjadi kematian bayi setiap 3 menit. Salah satu penyebab kematian tersebut disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Secara akumulatif setiap tahun terjadi kematian anak akibat reemerging desease yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri dan tetanus. Berdasarkan data memperlihatkan bahwa kasus difteri paling banyak terjadi pada anak yang tidak divaksinasi atau vaksinasi tidak lengkap.
Sebagaimana kita ketahui, menurut teori Achmadi, kejadian penyakit merupakan hasil interaksi berbagai factor diantaranya manusia dan perilakunya serta komponen lingkungan yang memiliki potensi penyakit. Sementara menurut Timmreck, saat ini pendekatan epidemiologi banyak digunakan dalam mempelajari fenomena kejadian penyakit yang sangat beragam. Secara epidemiologi dalam penanganan suatu penyakit di masyarakat juga mempertimbangkan faktor penyebab (tunggal atau ganda), cara penularannya, keadaan sanitasi, daya dukung lingkungan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan penyebab penyakit, daya tular, tingkat imunitas populasi, kepadatan populasi atau intensitas penyakit yang terjadi.
Dalam kejadian difteri, karakteristik berbagai faktor risiko timbulnya penyakit yang memungkinkan antara lain sebagai berikut :
Faktor penyebab.
Penyebab suatu penyakit merupakan unsur yang keberadaannya jika terus menerus terjadi kontak dengan manusia rentan dalam keadaan memungkinkan akan menimbulkan suatu penyakit. Penyakit difteri merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae. Beberapa karakteristik bakteri ini antara lain :
- Bakteri akan menghasilkan toksin bila bakteri terinfeksi oleh Coryne Bacteriophage yang mengandung informasi genetik toksin. Bakteri ini merupakan bakteri fakultatif anaerob, dan akan tumbuh optimal pada suasana aerob.
- Corynebacterium diphtheriae tahan terhadap cahaya, pengeringan dan pembekuan.
- Pada pseudomembran bisa bertahan hidup selama 14 hari, pada suhu 58oC bisa bertahan selama 10 menit sedangkan pada air mendidih hanya tahan 1 menit. Bakteri ini akan mati jika kontak dengan desinfektan.
- Menurut sebuah hasi penelitian, corynebacterium diphtheriae dapat bertahan hidup di lingkungan dalam keadaan kering pada tekstil, kaca, dan di pasir dan debu untuk jangka waktu hingga 7 bulan.
Faktor Host
Menurut teori Achmadi, faktor host pada timbulnya suatu penyakit sangat luas. Hubungan interaktif antara faktor penyebab, faktor lingkungan penduduk berikut perilakunya dapat diukur dalam konsep yang diukur sebagai perilaku pemajanan. Faktor host yang mempengaruhi kejadian penyakit pada umumnya adalah umur, jenis kelamin, status imunisasi, status gizi dan staus sosial ekonomi, juga perilaku.
Umur: Umur merupakan faktor host yang terpenting dalam munculnya penyakit. Hal ini berhubungan dengan kerentanan yang ada pada host yang dipengaruhi faktor umur. Ada beberapa penyakit yang dominan menyerang pada kelompok anak-anak umur tertentu atau sebaliknya ada yang hanya menyerang pada golongan umur lanjut usia. Menurut sejarah difteri masih merupakan penyakit utama yang menyerang masa anak-anak, populasi yang dipengaruhi adalah usia dibawah 12 tahun. Bayi akan mudah terserang penyakit difteri antara usia 6 – 12 bulan setelah imunitas bawaan dari ibu melalui transplasenta menurun.
Penyakit difteri banyak menyerang kelompok umur anak-anak. Sementara menurut data CDC’s National Notifiable Diseases Surveillance System, mayoritas kasus difteri (77%) berusia antara 15 tahun atau lebih tua, 4 dari 5 kematian terjadi pada anak yang tidak divaksinasi. Namun setelah dilakukannya program imunisasi kasus difteri pada anak-anak menurun secara drastis. Bahkan pada saat ini difteri telah bergeser pada populasi remaja dan dewasa.
Status Imunisasi : Sebagaimana kita mafhum, faktor imunitas sangat berpengaruh pada timbulnya suatu penyakit, termasuk difteri. Sistem imunitas yang terbentuk pada tubuh seseorang ada yang didaptkan secara alamiah atau buatan. Untuk imunitas alamiah ada yang bersifat aktif yaitu imunitas yang diperoleh karena tubuh pernah terinfeksi agent penyakit sehingga tubuh memproduksi antibodi dan bersifat dan bersifat tahan lama. Imunitas alamiah pasif adalah imunitas yang dimiliki bayi yang berasal dari ibu yang masuk melalui plasenta, imunitas seperti ini tidak tahan lama dan biasanya akan menghilang sebelum 6 bulan. Imunitas dapatan juga ada yang bersifat aktif yaitu jika host telah mendapat vaksin atau toksoid, sedangkan imunitas dapatan pasif jika host diberi gamma globulin dan berlangsung hanya 4-5 minggu.
Vaksin dapat melindungi dari infeksi dan diberikan pada masa bayi. Pemberian imunisasi pada sebagian besar komunitas akan menurunkan penularan penyebab penyakit dan mengurangi peluang kelompok rentan untuk terpajan agen tersebut. Imunisasi selain dapat melindungi terhadap infeksi akan memperlambat laju akumulasi individu yang rentan terhadap penyakit tersebut.
Terbentuknya tingkat imunitas di kelompok masyarakat sangat mempengaruhi timbulnya penyakit di masyarakat, dengan terbentuknya imunitas kelompok, anak yang belum diimunisasi akan tumbuh menjadi besar atau dewasa tanpa pernah terpajan oleh agen infeksi tersebut. Akibatnya bisa terjadi pergeseran umur rata-rata kejadian infeksi ke umur yang lebih tua.
Faktor status gizi dan sosial ekonomi : Faktor sosial yang terkait erat dan berkontribusi besar dalam penyebaran difteri adalah kemiskinan yang terkait dengan aspek kepadatan hunian dan rendahnya hygiene sanitasi kulit.
Terdapat hubungan yang saling terkait antara asupan gizi dan penyakit infeksi. Pasa satu sisi penyakit infeksi menyebabkan hilangnya nafsu makan, sehingga asupan gizi menjadi berkurang, sebaliknya tubuh sedang memerlukan masukan yang lebih banyak sehubungan dengan adanya destruksi jaringan dan suhu yang meninggi, hingga anak dalam malnutrisi marginal menjadi lebih buruk keadaannya. Keadaan gizi yang memburuk menurunkan daya tahan terhadap infeksi sehingga akan lebih cepat menjadi sakit. Sementara berkurangnya antibodi dan sistem imunitas akan mempermudah tubuh terserang infeksi seperti; pilek, batuk dan diare.
Faktor Perilaku:
Kebiasaan yang dilakukan sehari-hari yang dapat mempengaruhi terjadinya penularan atau penyebaran penyakit difteri adalah sebagai berikut : tidak menutup mulut bila batuk atau bersin sehingga mempermudah penularan penyakit pada orang lain, membuang ludah/dahak tidak pada tempatnya, tidak membuka jendela, mencuci alat makan dengan bersih, memakai alat makan bergantian.
Faktor Lingkungan:
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kejadian difteri antara lain meliputi tingkat kepadatan hunian rumah, sanitasi rumah, serta faktor pencahayaan dan ventilasi. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi munculnya penyakit seperti kita ketahui ada lingkungan fisik biologi, social dan ekonomi. Faktor lingkungan fisik yang meliputi kondisi geografi, udara, musim dan cuaca sangat mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap jenis penyakit tertentu. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan seseorang dalam adapatasi dengan lingkungannya tersebut.
Lingkungan biologi terkait dengan vektor atau reservoir penyakit. Sementara faktor lingkungan lain dapat diperankan oleh lingkungan sosial ekonomi. Antara faktor sosial dan ekonomi saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Beberapa faktor lingkungan sosial ekonomi berkaitan dengan penyakit adalah kepadatan hunian, stratifikasi sosial, kemiskinan, ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas kesehatan, perang, bencana alam.
Kepadatan penduduk yang tidak seimbang dengan luas wilayah memunculkan slum area dengan segala problem kesehatan masyarakatnya. Sementara ditingkat rumah tangga, kepadatan hunian rumah berpotensi melebihi syarat yang telah ditentukan. Ukuran kepadatan hunian rumah ini antara lain bisa dilihat dari kepadatan hunian ruang tidur. Standar yang dipersyaratkan sesuai Kepmenkes RI No. 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, luas ruang tidur minimal 8 meter persegi dan tidak dianjurkan digunakan oleh lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun.
Sedangkan standar luas ventilasi minimal 10% dari luas lantai dan sebaiknya udara yang masuk adalah udara segar dan bersih. Selain aspek tersebut, persyaratan rumah sehat lain adalah pencahayaan alami, yang berfungsi sebagai penerangan juga mengurangi kelembaban ruangan, serta membunuh kuman penyakit karena sinar ultra violet yang berasal dari cahaya matahari.
Selain faktor kepadatan hunian, mobilitas penduduk yang tinggi juga berpotensi meningkatkan resiko kejadian difteri. Moblitas tinggi meningkatkan resiko kemungkinan membawa bibit penyakit dari satu daerah ke daerah lainnya.
Interaksi Faktor Penyebab, Host dan Lingkungan
Interaksi antara faktor penyebab, host dan lingkungan adalah keadaan yang saling mempengaruhi dalam menimbulkan suatu penyakit, Sesuai teori John Gordon suatu penyakit dapat timbul karena terjadi ketidak seimbangan antara penyebab penyakit dengan host, ketidak seimbangan mana bergantung pada sifat alami dan karakteristik dari faktor penyebab dan host baik secara individu maupun kelompok dan karakteristik faktor penyebab dan host berikut interaksinya secara langsung berhubungan dengan dan tergantung pada keadaan alami dari lingkungan sosial, fisik, ekonomi dan biologis. Terjadinya penyakit difteri juga disebabkan adanya perubahan keseimbangan yaitu adanya perubahan pada faktor host, misalnya bertambahnya jumlah orang yang rentan terhadap Corynebacterium diphtheria. Kerentanan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti status imunisasi, status gizi, faktor sosial ekonomi dan perilaku host.
Refference, antara lain :
- Prosedur kerja surveilans faktor risiko penya kit menular dalam intensifikasi pemberantasan penya kit menular terpadu berbasis wilayah, khusus faktor risiko lingkungan dan perilaku penyakit ISPA, Malaria, TBC, Campak, Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio dan Hepatitis B, Dirjen PPM&PL, Depkes RI. 2004.
- Achmadi, UF. 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah
- Depkes RI. 2003. Pedoman Penyelidikan Epidemiologi Kejadian Luar Biasa (KLB)
- Depkes RI. 2009. Dasar-Dasar Epidemiiologi. Modul 2, Ditjen P2PL Depkes RI
- Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/MENKES/VII/1999, Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan
- Cameron C, et al. 2006. Diphtheria boosters for adult : Balancing risks, Travel Medicine and infectious Disesase
Tidak ada komentar:
Posting Komentar