Kamis, 05 Maret 2015

LAPORAN PENYAKIT EMFISEMA PARU


LAPORAN PENYAKIT EMFISEMA PARU


1.   KASUS
Tn.X berusia 65 th sedang dirawat di RS keadaan umum lemah dan keletihan fisik, klien Nampak kurus, warna kulit pucat, klien mengeluh sulit bernafas dengan nafas pendek dan cepat yang membuatnya tidak membuatnya tidak mampu beraktivitas. Bentuk dada barrel chest. Dari hasil anamnesa didapatkan adanya riwayat merokok, riwayat batuk kronis, klien mengeluh mual, napsu makan kurang sehingga berat badan drastic turun.klien Nampak batuk disertai sputum purulen, Nampak pada saat ekspirasi vena jugularis mengalami distensi. Dari hasil auskultasi didapatkanbunyi mengi. Observasi TTV TD : 140/80 mmHg, S : 38,5 , P : 30 X/mnt, TB : 175, BB : 50 Kg. dari hasil diagnostic spirometri didapatkan terjadi peningkatan kapasitas paru total (Tlc) dan volume residual  (Rv), terjadi penurunan dalam kapasitas vital (Vc) dan volume ekspirasi paksa (Fev). Sedangkan pada pemeriksaan radiologis menunjukkan hiperinflasi,terjadi pelebaran secara abnormal saluran udara sebelah distal bronchus terminal.

2.   KATA KUNCI
a.    Dispnea
b.   Barrel chest
c.    Anamnesa
d.   Anoreksia
e.    Sputum purulen
f.    Hipertermi
g.   Takipnea
h.   Hiperinflasi
i.     Distensi

3.   KATA ATAU PROBLEM KUNCI
a.    Dispnea : sulit bernafas/sesak napas
b.   Barrel chest : antero posterior sama dengan proximodistal
c.    Anamnesa : riwayat penyakit masa lalu
d.   Anoreksia : kurang napsu makan
e.    Sputum purulen : lender yang bercampur pus atau nanah
f.    Hipertermi : suhu badan diatas normal (37,5  )
g.   Takipnea : frekuensi pernapasan diatas normal (24 X/mnt)
h.   Hiperinflasi : pembengkakan yang disebabkan oleh gas, udara, atau cairan
i.     Distensi : pembesaran (terutama pada perut)

j.     PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
a.       Apa yang dimaksud emfisema paru ?
b.      Jelaskan klasifikasi dari penyakit emfisema aru?
c.       Bagaimana etiologi dari penyakit emfisema paru ?
d.      Jelaskan patofisiologi penyakit emfisema paru  ?
e.       Jelaskan manifestasi klinis penyakit emfisema paru ?
f.       Bagaimana penatalaksanaan penyakit emfisema paru ?
g.      Apa komplikasi dari penyakit emfisema paru ?
h.      Apa  pemeriksaan diagnostik penyakit emfisema paru ?
i.        Apa pemeriksaan penunjang dari penyakit emfisema paru ?
j.        Diagnosa apa saja yang dapat muncul dari penyakit emfisema paru?

k.   JAWABAN PENTING

A. Definisi
Emfisema Paru adalah penyakit Paru Obstruktif Kronik. Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.

B. Klasifikasi
1. Centrilobural Emfisema (CLE)
   Terdapat pelebaran dan kerusakan brokiolus respiratorius tertentu. Dinding bronkiolus  terbuka dan menjadi membesar dan bersatu cenderung membentuk sebuah ruangan bersamaan dengan membesarnya dinding. Cenderung tidak seluruh paru, namun lebih berat pada daerah atas.
  2. Panlobular Emfisema (PLE)
 Pembesaran lebih seragam dan perusakan alveoli dalam asinus paru-paru, Biasanya lebih difus dan lebih berat pada paru-paru bawah. Ditemukan pada orang tua yang tidak ada tanda bronchitis kronis atau gangguan 1- antitripsinafungsi paru. Khas ditemukan pada orang dengan defisiensi  homozigot.

C. Etiologi
1. Rokok
Secara patologis rokok dapat menyebabkan gangguan pergerakkan silia pada jalan napas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mucus bronkus. Gangguan pada silia, fungsi makrofag alveolar mempermudah terjadinya perdangan pada bronkus dan bronkiolus, serta infeksi pada paru-paru. Peradangan bronkus dan bronkiolus akan mengakibatkan obstruksi jalan napas, dinding bronkiolus melemah dan alveoli pecah
2. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Insidensi dan angka kematian emfisema dapat lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi. Polusi udara seperti halnya asap tembakau juga menyebabkan gangguan pada silia, menghambat fungsi makrofag alveolar
3. Infeksi
Infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi saluran napas seperti pneumonia, bronkiolitis akut, asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan napas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema
4. Faktor genetic
Defisiensi Alfa-1 anti tripsin. Cara yang tepat bagaimana defisiensi antitripsin dapat menimbulkan emfisema masih belum jelas.
5. Obstruksi jalan napas
Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus, sehingga terjadi mekanisme ventil. Udara dapat masuk ke dalam alveolus pada waktu inspirasi akan tetapi tidak dapat keluar pada waktu ekspirasi. Etiologinya ialah benda asing di dalam lumen dengan reaksi lokal, tumor intrabronkial di mediastinum, kongenital. Pada jenis yang terakhir, obstruksi dapat disebabkan oleh defek tulang rawan bronkus.

D.  Patofisiologi
Karena dinding alveoli terus mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen sehingga mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbon dioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dioksida dalam darah arteri dan menyebabkan asidosis respiratoris.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabakan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru-paru yang mengalami emfisema.
E. Manifestasi Klinis
1.   Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis Kronis
2.   Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit
3.   Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita sampai     membungkuk
4.   Bibir tampak kebiruan
5.   Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
6.   Batuk menahun

F.  Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Emfisema Paru dilakukan secara berkesinambungan untuk mencegah timbulnya penyulit, meliputi:
1.Edukasi, yakni memberikan pemahaman kepada penderita untuk mengenali gejala dan faktor-faktor pencetus kekambuhan Emfisema Paru.
2.Sedapat mungkin menghindari paparan faktor-faktor pencetus.
3.Rehabilitasi medik untuk mengoptimalkan fungsi pernapasan dan mencegah kekambuhan, diantaranya dengan olah raga sesuai usia dan kemampuan, istirahat dalam jumlah yang cukup, makan makanan bergizi.
4.Oksigenasi (terapi oksigen)
5.Obat-obat bronkodilator dan mukolitik agar dahak mudah dikeluarkan.
6.Terapi Aerosol
Aerosol yang dinebuliser menghilangkan brokospasme, menurunkan edema mukosa, dan mengencerkan sekresi bronchial. Hal ini memudahkan proses pembersihan bronkiolus, membantu mengendalikan proses inflamasi, dan memperbaiki fungsi ventilasi
7.Pengobatan Infeksi
  Pasien dengan emfisema rentan terjadap infeksi paru dan harus diobati pada saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi. Terapi antimikroba dengan tetrasiklin, ampisilin, amoksisilin, atau trimetroprim-sulfametoxazol biasanya diresepkan.
8.Kortikosteroid
Digunakan setelah tindakan lain untuk melebarkan bronkiolus dan membuang sekresi. Prednison biasanya diresepkan.
G. Komlikasi
1.   Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan
2.   Daya tahan tubuh kurang sempurna
3.   Tingkat kerusakan paru semakin parah
4.   Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas
5.   Pneumonia
6.   Atelaktasis
7.   Pneumothoraks
8.   Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien.
H. Pemeriksaan diagnostik
1. Rontgen dada
Menunjukkan hiperinflasi, pendataran diafragama, pelebaran margin intercosta, dan jantung normal.
2. Spirometri
Pemeriksaan fungsi pulmonary, biasanya menunjukkan peningkatan kapasitas paru total dan volume residual, penurunan dalam kapsitas vital dan volume ekspirasi kuat
3. Pemeriksaan gas-gas darah arteri
Dapat menunjukkan hipoksia ringan dengan hiperkapnia.

I. Pemeriksaan Penunjang
1.Pemeriksan radiologis, pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan        diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain. Foto dada pada emfisema paru     terdapat dua bentuk kelainan, yaitu:
    a. Gambaran defisiensi arter
Overinflasi, terlihat diafragma yang rendah dan datar,kadang-kadang terlihat konkaf. Oligoemia, penyempitan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan kedistal.
  b.Corakan paru yang bertambah, sering terdapat pada kor pulmonal, emfisema       sentrilobular dan blue bloaters. Overinflasi tidak begitu hebat.
2.Pemeriksaan fungsi paru, pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena      permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
3.Analisis Gas DarahVentilasi, yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan  oleh pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau normal.Saturasi     hemoglobin   pasien hampir mencukupi.
4. Pemeriksaan EKG, Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung.      Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat defiasi aksis ke kanan dan P-pulmonal pada       hantaran II, III, dan aVF.Voltase QRS rendah.Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6       rasio R/S kurang dari 1.
a)  Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).
b) Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.
c)  TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma; penurunan emfisema.
d)  Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema.
e)  Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma.
f)  FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronkitis dan asma.
g)  GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronis. Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronchitis.
      h)  JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan              eosinofil (asma).
 i) Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen;       pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.
j)  EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat); disritmia atrial bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema).
k) EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi program latihan.

j. Diagnosa Keperawatan
1. bersihan jalan napas b/d merokok
2. ketidak efektifan pola napas b/d ventilasi-alveoli
3. gangguan pertukaran gas b/d ketidak seimbangan perfusi-ventilasi
4. Intoleran aktivitas b/d ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan O2
5. nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d



Tidak ada komentar:

Posting Komentar