LAPORAN PENYAKIT EMFISEMA PARU
1.
KASUS
Tn.X berusia
65 th sedang dirawat di RS keadaan umum lemah dan keletihan fisik, klien Nampak
kurus, warna kulit pucat, klien mengeluh sulit bernafas dengan nafas pendek dan
cepat yang membuatnya tidak membuatnya tidak mampu beraktivitas. Bentuk dada
barrel chest. Dari hasil anamnesa didapatkan adanya riwayat merokok, riwayat
batuk kronis, klien mengeluh mual, napsu makan kurang sehingga berat badan
drastic turun.klien Nampak batuk disertai sputum purulen, Nampak pada saat
ekspirasi vena jugularis mengalami distensi. Dari hasil auskultasi
didapatkanbunyi mengi. Observasi TTV TD : 140/80 mmHg, S : 38,5
, P : 30
X/mnt, TB : 175, BB : 50 Kg. dari hasil diagnostic spirometri didapatkan
terjadi peningkatan kapasitas paru total (Tlc) dan volume residual (Rv), terjadi penurunan dalam kapasitas vital
(Vc) dan volume ekspirasi paksa (Fev). Sedangkan pada pemeriksaan radiologis
menunjukkan hiperinflasi,terjadi pelebaran secara abnormal saluran udara
sebelah distal bronchus terminal.
2.
KATA KUNCI
a.
Dispnea
b.
Barrel chest
c.
Anamnesa
d.
Anoreksia
e.
Sputum purulen
f.
Hipertermi
g.
Takipnea
h.
Hiperinflasi
i.
Distensi
3.
KATA ATAU PROBLEM KUNCI
a.
Dispnea : sulit bernafas/sesak
napas
b.
Barrel chest : antero
posterior sama dengan proximodistal
c.
Anamnesa : riwayat penyakit
masa lalu
d.
Anoreksia : kurang napsu makan
e.
Sputum purulen : lender yang
bercampur pus atau nanah
f.
Hipertermi : suhu badan diatas
normal (37,5
)
g.
Takipnea : frekuensi
pernapasan diatas normal (24 X/mnt)
h.
Hiperinflasi : pembengkakan
yang disebabkan oleh gas, udara, atau cairan
i.
Distensi : pembesaran
(terutama pada perut)
j.
PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
a.
Apa yang dimaksud emfisema
paru ?
b.
Jelaskan klasifikasi dari
penyakit emfisema aru?
c.
Bagaimana etiologi dari
penyakit emfisema paru ?
d.
Jelaskan patofisiologi
penyakit emfisema paru ?
e.
Jelaskan manifestasi klinis
penyakit emfisema paru ?
f.
Bagaimana penatalaksanaan
penyakit emfisema paru ?
g.
Apa komplikasi dari penyakit
emfisema paru ?
h.
Apa pemeriksaan diagnostik penyakit emfisema paru
?
i.
Apa pemeriksaan penunjang dari
penyakit emfisema paru ?
j.
Diagnosa apa saja yang dapat
muncul dari penyakit emfisema paru?
k.
JAWABAN PENTING
A. Definisi
Emfisema
Paru adalah penyakit Paru Obstruktif Kronik. Emfisema adalah penyakit yang
gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara
di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.
B. Klasifikasi
1. Centrilobural Emfisema (CLE)
Terdapat pelebaran dan kerusakan
brokiolus respiratorius tertentu. Dinding bronkiolus terbuka dan
menjadi membesar dan bersatu cenderung membentuk sebuah ruangan bersamaan
dengan membesarnya dinding. Cenderung tidak seluruh paru, namun lebih berat
pada daerah atas.
2. Panlobular Emfisema (PLE)
Pembesaran lebih seragam dan
perusakan alveoli dalam asinus paru-paru, Biasanya lebih difus dan lebih berat
pada paru-paru bawah. Ditemukan pada orang tua yang tidak ada tanda bronchitis
kronis atau gangguan 1- antitripsinafungsi paru. Khas ditemukan pada orang
dengan defisiensi homozigot.
C. Etiologi
1. Rokok
Secara patologis rokok dapat menyebabkan gangguan pergerakkan silia pada jalan napas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mucus bronkus. Gangguan pada silia, fungsi makrofag alveolar mempermudah terjadinya perdangan pada bronkus dan bronkiolus, serta infeksi pada paru-paru. Peradangan bronkus dan bronkiolus akan mengakibatkan obstruksi jalan napas, dinding bronkiolus melemah dan alveoli pecah
Secara patologis rokok dapat menyebabkan gangguan pergerakkan silia pada jalan napas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mucus bronkus. Gangguan pada silia, fungsi makrofag alveolar mempermudah terjadinya perdangan pada bronkus dan bronkiolus, serta infeksi pada paru-paru. Peradangan bronkus dan bronkiolus akan mengakibatkan obstruksi jalan napas, dinding bronkiolus melemah dan alveoli pecah
2. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Insidensi dan angka kematian emfisema dapat lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi. Polusi udara seperti halnya asap tembakau juga menyebabkan gangguan pada silia, menghambat fungsi makrofag alveolar
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Insidensi dan angka kematian emfisema dapat lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi. Polusi udara seperti halnya asap tembakau juga menyebabkan gangguan pada silia, menghambat fungsi makrofag alveolar
3. Infeksi
Infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi saluran napas seperti pneumonia, bronkiolitis akut, asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan napas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema
Infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi saluran napas seperti pneumonia, bronkiolitis akut, asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan napas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema
4. Faktor
genetic
Defisiensi
Alfa-1 anti tripsin. Cara yang tepat bagaimana defisiensi antitripsin dapat
menimbulkan emfisema masih belum jelas.
5. Obstruksi
jalan napas
Emfisema
terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus, sehingga terjadi
mekanisme ventil. Udara dapat masuk ke dalam alveolus pada waktu inspirasi akan
tetapi tidak dapat keluar pada waktu ekspirasi. Etiologinya ialah benda asing
di dalam lumen dengan reaksi lokal, tumor intrabronkial di mediastinum,
kongenital. Pada jenis yang terakhir, obstruksi dapat disebabkan oleh defek
tulang rawan bronkus.
D.
Patofisiologi
Karena
dinding alveoli terus mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak
langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan
ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan
mengakibatkan kerusakan difusi oksigen sehingga mengakibatkan hipoksemia. Pada
tahap akhir penyakit, eliminasi karbon dioksida mengalami kerusakan,
mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dioksida dalam darah arteri dan
menyebabkan asidosis respiratoris.
Sekresi
meningkat dan tertahan menyebabakan individu tidak mampu untuk membangkitkan
batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan
demikian menetap dalam paru-paru yang mengalami emfisema.
E. Manifestasi
Klinis
1.
Pada awal gejalanya serupa dengan
bronkhitis Kronis
2.
Napas terengah-engah disertai dengan
suara seperti peluit
3.
Dada berbentuk seperti tong, otot
leher tampak menonjol, penderita sampai membungkuk
4.
Bibir tampak kebiruan
5.
Berat badan menurun akibat nafsu
makan menurun
6.
Batuk menahun
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
Emfisema Paru dilakukan secara berkesinambungan untuk mencegah timbulnya
penyulit, meliputi:
1.Edukasi,
yakni memberikan pemahaman kepada penderita untuk mengenali gejala dan
faktor-faktor pencetus kekambuhan Emfisema Paru.
2.Sedapat
mungkin menghindari paparan faktor-faktor pencetus.
3.Rehabilitasi
medik untuk mengoptimalkan fungsi pernapasan dan mencegah kekambuhan,
diantaranya dengan olah raga sesuai usia dan kemampuan, istirahat dalam jumlah
yang cukup, makan makanan bergizi.
4.Oksigenasi
(terapi oksigen)
5.Obat-obat
bronkodilator dan mukolitik agar dahak mudah dikeluarkan.
6.Terapi
Aerosol
Aerosol yang
dinebuliser menghilangkan brokospasme, menurunkan edema mukosa, dan
mengencerkan sekresi bronchial. Hal ini memudahkan proses pembersihan
bronkiolus, membantu mengendalikan proses inflamasi, dan memperbaiki fungsi
ventilasi
7.Pengobatan
Infeksi
Pasien dengan emfisema rentan
terjadap infeksi paru dan harus diobati pada saat awal timbulnya tanda-tanda
infeksi. Terapi antimikroba dengan tetrasiklin, ampisilin, amoksisilin, atau
trimetroprim-sulfametoxazol biasanya diresepkan.
8.Kortikosteroid
Digunakan setelah tindakan lain untuk melebarkan bronkiolus dan membuang sekresi. Prednison biasanya diresepkan.
Digunakan setelah tindakan lain untuk melebarkan bronkiolus dan membuang sekresi. Prednison biasanya diresepkan.
G. Komlikasi
1. Sering
mengalami infeksi pada saluran pernafasan
2. Daya tahan
tubuh kurang sempurna
3. Tingkat
kerusakan paru semakin parah
4. Proses
peradangan yang kronis pada saluran nafas
5. Pneumonia
6. Atelaktasis
7. Pneumothoraks
8. Meningkatkan
resiko gagal nafas pada pasien.
H.
Pemeriksaan diagnostik
1. Rontgen dada
Menunjukkan
hiperinflasi, pendataran diafragama, pelebaran margin intercosta, dan jantung
normal.
2. Spirometri
Pemeriksaan
fungsi pulmonary, biasanya menunjukkan peningkatan kapasitas paru total dan
volume residual, penurunan dalam kapsitas vital dan volume ekspirasi kuat
3. Pemeriksaan gas-gas darah arteri
Dapat menunjukkan hipoksia ringan dengan hiperkapnia.
I.
Pemeriksaan Penunjang
1.Pemeriksan
radiologis, pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan menyingkirkan
penyakit-penyakit lain. Foto dada pada emfisema paru
terdapat dua bentuk kelainan, yaitu:
a. Gambaran defisiensi arter
Overinflasi,
terlihat diafragma yang rendah dan datar,kadang-kadang terlihat konkaf.
Oligoemia, penyempitan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan kedistal.
b.Corakan paru yang bertambah, sering
terdapat pada kor pulmonal, emfisema sentrilobular
dan blue bloaters. Overinflasi tidak begitu hebat.
2.Pemeriksaan
fungsi paru, pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli
untuk difusi berkurang.
3.Analisis Gas DarahVentilasi, yang hampir adekuat
masih sering dapat dipertahankan oleh
pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau normal.Saturasi hemoglobin
pasien
hampir mencukupi.
4. Pemeriksaan
EKG, Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung.
Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat defiasi
aksis ke kanan dan P-pulmonal pada hantaran
II, III, dan aVF.Voltase QRS rendah.Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6
rasio R/S kurang dari 1.
a) Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi
paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan area udara retrosternal;
penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler
(bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).
b) Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan
penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau
restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek
terapi, misalnya bronkodilator.
c) TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan
kadang-kadang pada asma; penurunan emfisema.
d) Kapasitas
inspirasi: menurun pada emfisema.
e)
Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma.
f) FEV1/FVC:
rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronkitis
dan asma.
g) GDA: memperkirakan progresi proses penyakit
kronis. Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada
inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran duktus
mukosa yang terlihat pada bronchitis.
h) JDL dan
diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan
eosinofil (asma).
i) Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen; pemeriksaan
sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.
j) EKG: deviasi
aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat); disritmia atrial bronkitis),
peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis, emfisema); aksis
vertikal QRS (emfisema).
k) EKG
latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru,
mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi program
latihan.
j. Diagnosa Keperawatan
1. bersihan jalan napas b/d merokok
2. ketidak efektifan pola napas b/d ventilasi-alveoli
3. gangguan pertukaran gas b/d ketidak seimbangan perfusi-ventilasi
4. Intoleran aktivitas b/d ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan
O2
5. nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
Tidak ada komentar:
Posting Komentar