askep ketidak berdayaan
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulisan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan jiwa ketidakberdayaan Dapat Diselesaikan.
Shalawat beriring salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah
Saw, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang istiqamah di jalan-Nya hingga
akhir hayat.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu
tentang keperawatan, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai
sumber. Makalah ini disusun oleh kelompok dengan berbagai rintangan. Baik itu
yang datang dari individual maupun yang datang dari luar. Namun penuh kesabaran
dan terutama pertolongan dari tuhan akhirnya makalah ini dapat diselesaikan.
Team kelompok juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen
Pembimbing yang telah membimbing kami agar dapat mengerti tentang bagaimana
cara kami menyusun makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas
kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kami
mohon untuk saran dan kritikannya supaya kedepannya akan lebih baik dari
sebelumnya.
Bulukumba,9Desember
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
DEPAN............................................................................................i
KATA
PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Ketidakberdayaan ……………………….………………………………….1
BAB II TUJUAN
2.1 Pengertian Ketidakberdayaan
........................................................................2
2.2 Penyebab Ketidakberdayaan..........................................................................3
2.3 Batasan
karasteristik.......................................................................................3
2.4 Proses Terjadinya Masalah.............................................................................4
2.5 Intervensi Keperawatan Diagnosa .................................................................5
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Gambaran Kasus............................................................................................7
3.2 Analisa
Data...................................................................................................8
3.3Pohon Masalah………………………………………………...…...………..9
3.4Prioritas Diagnosa Keperawatan………………………………...................10
3.5Imlemintasi Keperawatan………………………..........................................11
3.6Evaluasi Hasil Asuhan
Keperawatan……………………………………….12
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Ketidakberdayaan
Gangguan penggunaan NAPZA merupakan
masalah bio-psiko-sosio-kultural
yang kompleks, ditandai dengan
penggunaan yang intensif, disertai pula
dengan perasaan nagih yang kuat yang
seringkali sulit dikontrol dan
menggiring penggunannya semaksimal
mungkin untuk memperolehnya
kembali, tidak peduli apapun risiko yang
harus dihadapinya yang
menempatkan individu tersebut pada
kondisi ketidakberdyaan. Berikut akan
dibahas mengenai respon ketidakberdayaan
terhadap suatu kondisi atau situasi
termasuk pada gangguan perilaku berupa penggunaan
BAB 2
TUJUAN
2.1 Pengertian Ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan adalah persepsi atau
tanggapan klien bahwa perilaku
atau tindakan
yang sudah dilakukannya tidak akan membawa hasil yang
diharapkan atau
tidak akan membawa perubahan hasil seperti yang
diharapkan,
sehingga klien sulit mengendalikan situasi yang terjadi atau
mengendalikan
situasi yang akan terjadi (NANDA, 2011). Menurut
Wilkinson (2007)
ketidakberdayaan merupakan persepsi seseorang bahwa
tindakannya
tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna, kurang
penggendalian
yang dirasakan terhadap situasi terakhir atau yang baru saja
terjadi.
Sedangkan menurut Carpenito-Moyet (2007) ketidakberdayaan
merupakan
keadaan ketika seseorang individu atau kelompok merasa
kurang kontrol terhadap
kejadian atau situasi tertentu.
2.2
Penyebab Ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan, ketidak
adekuatan koping sebelumnya (seperti :
depresi), serta kurangnya
kesempatan untuk membuat keputusan
(Carpenito, 2009). Faktor terkait
ketidakberdayaan menurut Doenges,
Townsend, M, (2008) yaitu: 1)
Kesehatan lingkungan: hilangnya privasi,
milik pribadi dan kontrol
terhadap terapi. 2) Hubungan
interpersonal: penyalahgunaan kekuasaan,
hubungan yang kasar. 3) Penyakit yang berhubungan
dengan rejimen:penyakit kronis atau yang melemahkan kondisi. 4) Gaya
hidupketidakberdayaan: mengulangi kegagalan dan ketergantungan.
2.3
Batasan Karakteristik Klien Dengan Ketidakberdayaan
Menurut NANDA (2011) dan Wilkinson
(2007) ketidakberdayaan yang
dialami klien dapat terdiri dari tiga
tingkatan antara lain:
Ø Rendah
Klien mengungkapakan ketidakpastian
tentang fluktuasi tingkat
energi dan bersikap pasif.
Ø Sedang
Klien mengalami ketergantungan pada
orang lain yang dapat
mengakibatkan ititabilitas,
ketidaksukaan, marah dan rasa bersalah.
Klien tidak melakukan praktik perawatan
diri ketika ditantang.
Klien tidak ikut memantau kemajuan
pengobatan. Klien
menunjukkan ekspresi ketidakpuasan
terhadap ketidakmampuan
melakukan aktivitas atau tugas
sebelumnya. Klien menujukkan
ekspresi keraguan tentang performa
peran.
Ø Berat
Klien menunjukkan sikap apatis, depresi
terhadap perburukan fisik
yang terjadi dengan mengabaikan
kepatuhan pasien terhadap
program pengobatan dan menyatakan tidak
memiliki kendali
(terhadap perawatan diri, situasi, dan
hasil). Pada klien NAPZA
biasanya klien cenderung jatuh pada
kondisi ketidakberdayaan
berat karena tidak memiliki kendali atas
situasi yang
memepngaruhinya untuk menggunakan NAPZA
atau
ketidakmampuan mempertahankan situasi bebas NAPZA.
2.4 Proses Terjadinya Masalah
Kebanyakan individu secara subyektif
mengalami perasaan
ketidakberdayaan dalam berbagai tingkat
dalam bermacam-macam situasi.
Individu sering menunjukkan respon
apatis, marah atau depresi terhadap
kehilangan kontrol (Carpenito-Moyet,
2007). Pada ketidakberdayaan, klien mungkin mengetahui solusi terhadap
masalahnya, tetapi percaya
bahwa hal tersebut di luar kendalinya
untuk mencapai solusi tersebut. Jika
ketidakberdayaan berlangsung lama, dapat
mengarah ke keputusasaan.
Perawat harus hati-hati untuk
mendiagnosis ketidakberdayaan yang
berasal dari perspektif pasien bukan
dari asumsi. Perbedaan budaya dan
individu terlihat pada kebutuhan
pribadi, untuk merasa mempunyai
kendali terhadap situasi (misalnya untuk
diberitahukan bahwa orang
tersebut mempunyai penyakit yang fatal (Wilkinson,
2007).
v Faktor
predisposisi
a.
Biologis
1) Tidak ada riwayat keturunan (salah satu
atau kedua orang tua
menderita gangguan jiwa)
2) Gaya hidup (tidak merokok, alkhohol,
obat dan zat adiktif)
dan Pengalaman penggunaan zat terlarang
3) Menderita penyakit kronis (riwayat
melakukan general chek
up,
tanggal terakhir periksa)
4) Ada riwayat menderita penjakit
jantung, paru-paru, yang
mengganggu pelaksana aktivitas harian
pasien
5) Adanya riwayat sakit panas lama saat
perkembangan balita
sampai kejang-kejang atau pernah
mengalami riwayat trauma
kepala yang menimbulkan lesi pada lobus
frontal, temporal
dan limbic.
6) Riwayat menderita penyakit yang
secara progresif
menimbulkan ketidakmampuan, misalnya:
sklerosis multipel,
kanker terminal atau AIDS
b. Psikologis
1) Pengalaman perubahan gaya hidup
akibat lingkungan tempat
tinggal
2) Ketidaknmampuan mengambil keputusan
dan mempunyai
kemampuan komunikasi verbal yang kurang
atau kurang
dapat mengekspresikan perasaan terkait
dengan penyakitnya
atau kondisi dirinya
3) Ketidakmampuan menjalankan peran
akibat penyakit yang
secara progresif menimbulkan
ketidakmampuan, misalnya:
sklerosis multipel, kanker terminal atau
AIDS
4) Kurang puas dengan kehidupannya
(tujuan hidup yang sudah
dicapai)
5) Merasa frustasi dengan kondisi
kesehatannya dan
kehidupannya yang sekarang
6) Pola asuh orang tua pada saat klien
anak hingga remaja yang
terlalu otoriter atau terlalu
melindungi/menyayangi
7) Motivasi: penerimaan umpan balik
negatif yang konsisten
selama tahap perkembangan balita hingga
remaja, kurang
minat dalam mengembangkan hobi dan
aktivitas sehari-hari
8) Pengalaman aniaya fisik, baik sebagai
pelaku, korban
maupun sebagai saksi
9) Self kontrol: tidak mampu mengontrol
perasaan dan emosi,
mudah cemas, rasa takut akan tidak
diakui, gaya hidup tidak
berdaya
10) Kepribadian: mudah marah, pasif dan
cenderung tertutup.
c. Sosial budaya
1) Usia 30-meninggal berpotensi
mengalami ketidakberdayaan
2) Jenis kelamin laki-laki ataupun
perempuan mempunyai
kecenderungan yang sama untuk mengalami
ketidakberdayaan tergantung dari peran
yang dijalankan
dalam kehidupannya
3) Pendidikan rendah
4) Kehilangan kemampuan melakukan
aktivitas akibat proses
penuaan (misalnya: pensiun, defisit
memori, defisit motorik,
status finansial atau orang terdekat
yang berlangsung lebih
dari 6 bulan)
5) Adanya norma individu atau masyarakat
yang menghargai
kontrol (misalnya kontrol lokus internal)
v Faktor
Presipitasi
Faktor ppresipitasi dapat menstimulasi
klien jatuh pada kondisi
ketidakberdyaan dipengaruhi oleh kondisi
internal dan eksternal.
Kondisi internal dimana pasien kurang dapat
menerima perubahan
fisik dan psikologis yang terjadi.
Kondisi eksternal biasanya
keluarga dan masyarakat kurang mendukung
atau mengakui
keberadaannya yang sekarang terkait
dengan perubahan fisik dan
perannya. Sedangkan durasi stressor
terjadi kurang lebih 6 bulan
terakhir, dan waktu terjadinya dapat
bersamaan, silih berganti atau
hampir bersamaan, dengan jumlah stressor
lebih dari satu dan
mempunyai kualitas yang berat. Hal
tersebut dapat menstimulasi
ketidakberdayaan bahkan memperberat
kondisi ketidakberdayaan
yang dialami oleh klien. Faktor-faktor
lain yang berhubungan
dengan faktor presiptasi timbulnya
ketidakberdayaan adalah
sebagai berikut:
a. Biologis
1) Menderita suatu penyakit dan harus
dilakukan terapi
tertentu, Program pengobatan yang
terkait dengan
penyakitnya (misalnya jangka panjang,
sulit dan kompeks)
(proses intoksifikasi dan rehabilitasi).
2) Kambuh dari penyakit kronis dalam 6 bulan
terakhir
3) Dalam enam bulan terakhir mengalami
infeksi otak yang
menimbulkan kejang atau trauma kepala yang
menimbulkan
lesi pada lobus frontal, temporal dan
limbic
4) Terdapat gangguan sistem endokrin
5) Penggunaan alkhohol, obat-obatan,
kafein, dan tembakau
6) Mengalami gangguan tidur atau
istirahat
7) Kurang mampu menyesuaikan diri
terhadap budaya, ras,
etnik dan gender
8) Adanya perubahan gaya berjalan,
koordinasi dan
Keseimbangan
b. Psikologis
1) Perubahan gaya hidup akibat menderita
penyakit kronis
2) Tidak dapat menjalankan pekerjaan,
hobi, kesenangan dan
aktivitas sosial yang berdampak pada
keputusasaan.
3) Perasaan malu dan rendah diri karena
ketidakmampuan
melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari akibat tremor,
nyeri, kehilangan pekerjaan.
4) Konsep diri: gangguan pelaksanaan
peran karena
ketidakmampuan melakukan tanggungjawab
peran.
5) Kehilangan kemandirian atau perasaan
ketergantungan
dengan orang lain.
c. Sosial budaya
1) Kehilangan pekerjaan dan penghasilan
akibat kondisi
kesehatan atau kehidupannya yang
sekarang.
2) Tinggal di pelayanan kesehatan dan
pisah dengan keluarga
(berada dalam lingkungan perawatan
kesehatan).
3) Hambatan interaksi interpersonal
akibat penyakitnya
maupun penyebab yang lain
4) Kehilangan kemampuan melakukan
aktivitas akibat proses
penuaan (misalnya: pensiun, defisit
memori, defisit
motorik, status finansial atau orang terdekat
yang
berlangsung dalam 6 bulan terakhir)
5) Adanya perubahan dari status kuratif
menjadi status
paliatif.
6) Kurang dapat menjalankan kegiatan
agama dan
keyakinannya dan ketidakmampuan
berpartisipasi dalam
kegiatan sosial di masyarakat.
v Faktor
penilaian terhadap stressor (Wilkinson, 2007)
a. Kognitif
1) Mengungkapkan ketidakpastian tentang
fluktuasi tingkat
energi.
2) Mengungkapkan ketidakpuasan dan
frustrasi terhadap
kemampuan untuk melakukan tugas atau
aktivitas
sebelumnya.
3) Mengungkapkan keragu-raguan terhadap
penampilan peran.
4) Mengungkapkan dengan kata-kata bahwa
tidak mempunyai
kendali atau pengaruh terhadap situasi,
perawatan diri atau
hasil.
5) Mengungkapkan ketidakpuasan karena
ketergantungan
dengan orang lain.
6) Kurang dapat berkonsentrasi.
b. Afektif
1) Merasa tertekan atau depresi terhadap
penurunan fisik yang
terjadi dengan mengabaikan kepatuhan
klien terhadap
program pengobatan
2) Marah
3) Iritabilitas, ketidaksukaan
4) Perasaan bersalah
5) Takut terhadap pengasingan oleh pemberian
perawatan
6) Perasaan cemas atau ansietas
c. Fisiologis
1) Perubahan tekanan darah
2) Perubahan denyut jantung dan frekuensi pernapasan
3) Muka tegang
4) Dada berdebar-debar dan keluar
keringat dingin
5) Gangguan tidur, terutama kalau
disertai dengan ansietas
d. Perilaku
1) Ketergantungan terhadap orang lain
yang dapat
mengakibatkan iritabilitas
2) Tidak ada pertahanan pada praktik
perawatan diri ketika
ditantang
3) Tidak memantau kemajuan pengobatan
4) Tidak berpartisipasi dalam perawatan
atau mengambil
keputusan pada saat diberikan kesempatan
5) Kepasifan hingga apatis
6) Perilaku menyerang
7) Menarik diri
8) Perilaku mencari perhatian
9) Gelisah atau tidak bisa tenang
e. Sosial
1) Enggan untuk mengungkapkan
perasaannya yang sebenarnya
2) Ketidakmampuan untuk mencari
informasi tentang perawatan
3) Tidak mampu bersosialisasi dengan
orang lain
2.3.4.4 Faktor sumber koping
a. Personal
ability
1) Keterampilan pemecahan masalah:
kemampuan mencari
sumber informasi, kemampuan
mengidentifikasi masalah
yang berhubungan ketidakberdayaan,
kekuatan dan factor
pendukung serta keberhasilan yang pernah
dicapai.
Kemampuan mempertimbangkan alternative
aktivitas yang
realistik. Kemampuan melaksanakan
rencana kegiatan dan
memantau kemajuan dari kondisi
pengobatannya
2) Kesehatan secara umum: mempunyai
keterbatasan mobilitas
yang dapat dikendalikan oleh pasien
v Faktor
mekanisme koping
a. Konstruktif
1) Menilai pencapaian hidup yang
realistis
2) Mempunyai penilaian yang yang nyaman
dengan perubahan
fisik dan peran yang dialami akibat
penyakitnya
3) Dapat menjalankan tugas
perkembangannya sesuai dengan
keterbatasan yang terjadi akibat
perubahan status kesehatannya
4) Kreatif: pasien secara kreaktif
mencari informasi terkait
perubahan status kesehatannya sehingga
dapat beradaptasi
secara normal
5) Di tengah keterbatasan akibat
perubahan status kesehatan dan
peran dalam kehidupan sehari-hari,
pasien amsih tetap produktif
menghasilkan sesuatu
6) Mampu mengembangkan minat dan hobi
baru sesuai dengan
perubahan status kesehatan dan peran
yang telah dialami
7) Peduli terhadap orang lain
disekitarnya walaupun mengalami
perubahan kondisi
kesehatan
b. Destruktif
1) Tidak kreatif/kurang memiliki
keinginan dan minat melakukan
aktivitas harian (pasif)
2) Perasaan menolak kondisi perubahan
fisik dan status kesehatan
yang dialami dan marah-marah dengan
situasi tersebut
3) Tidak mampu mengekspresikan perasaan
terkait dengan
perubahan kondisi kesehatannya dan
menjadi merasa tertekan
atau depresi
4) Kurang atau tidak mempunyai hubungan
akrab dengan orang
lain, kurang minat dalam interaksi
sosial sehingga mengalami
menarik diri dan isolasi sosial
5) Tidak mampu mencari informasi
kesehatan dan kurang mampu
berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan yang dapat
berakhir pada penyerangan terhadap orang
lain
6) Ketergantungan terhadap orang lain
(regresi)
7) Enggan mengungkapkan perasaan yang
sebenarnya
(represi/supresi).
2.5
Intervensi Keperawatan Diagnosa Ketidakberdayaan
> Tujuan
Intervensi Keperawatan
a. Tujuan Umum: Klien Menunjukkan
kepercayaan kesehatan
dengan criteria: merasa mampu melakukan,
merasa dapat
mengendalikan dan merasakan ada
sumber-sumber
b. Tujuan Khusus: Klien menunjukkan
pratisipasi: keputusan
perawatan kesehatan ditandai dengan
1) Mengungkapkan dengan kata-kata tentang
segala perasaan
ketidakberdayaan
2) Mengidentifikasi tindakan yang berada
dalam kendalinya
3) menghubungkan tidak adanya penghalang
untuk bertindak
4) Mengungkapkan dengan kata-kata
kemampuan untuk
melakukan tindakan yang diperlukan
5) Melaporkan dukungan yang adekuat dari
oramg terdekat,
termasuk teman dan tetangga
6) Melaporkan waktu, keuangan pribadi
dan ansuransi kesehatan
yang memadai
7) Melaporkan ketersediaan alat, bahan,
pelayanan dan
Transportasi
> Rencana Intervensi keperawatan
a. Bantu pasien untuk mengidentifikasi
factor-faktor yang dapat
berpengaruh pada ketidakberdayaan
(misalnya: pekerjaan,
aktivitas hiburan, tanggung jawab peran,
hubungan antar
pribadi).
Rasional: mengidentifikasi
situasi/hal-hal yang berpotensi
dapat dikendalikan dan dapat digunakan
sebagai sumber
kekuatan/power bagi klien.
b. Diskusikan dengan pasien pilihan yang
realistis dalam
perawatan, berikan penjelasan untuk
pilihan tersebut.
Rasional: Memberikan
kesempatan pada klien untuk
berperan dalam proses perawatan, termasuk
untuk
meningkatkan pemikiran positif klien,
dan meningkatkan
tanggung jawab klien.
c. Libatkan pasien dalam pembuatan
keputusan tentang rutinitas
perawatan/rencana terapi
Rasional: Pelibatan
klien dalam proses pembuatan keputusan,
mampu meningkatkan rasa percaya diri.
d. Jelaskan alasan setiap perubahan
perencanaan perawatan
kepada pasien (jelaskan semua prosedur,
peraturan dan
pilihan untuk pasien, berikan waktu
untuk menjawab
pertanyaan dan minta individu untuk
menuliskan pertanyaan
sehingga tidak terlupakan)
Rasional: Meningkatkan
kemampuan berpikir positif
terhadap proses perawatan yang sedang
dijalani oleh klien,
pelibatan klien dalam setiap pengambilan
keputusan menjadi
hal penting.
e. Bantu pasien mengidentifikasi situasi
kehidupannya yang
dapat dikendalikan (perasaan cemas,
gelisah, ketakutan).
Rasional: Kondisi
emosi pasien mengganggu kemampuannya
untuk memecahkan masalah. Bantuan
diperlukan agar dapat
menyadari secara akurat keuntungan dan
konsekuensi dari
alternative yang ada.
f. Bantu klien mengidentifikasi situasi
kehidupan yang tidak
dapat ia kendalikan (adiksi),
Disukusikan dan ajarkan cara
melakukan manipulasi menghadapi
kondisi-kondisi yang
sulit dikendalikan, misalnya afirmasi.
Rasional: Dorong
pasien untuk mengungkapkan perasaan
yang berhubungan dengan ketidakmampuan
sebagai upaya
mengatasi masalah yang tidak
terselesaikan dan menerima
hal-hal yang tidak dapat diubah.
g. Bantu pasien mengidentifikasi faktor
pendukung, kekuatankekuatan
diri (misalnya kekuatan baik itu berasal
dari diri
sendiri, keluarga, orang terdekat, atau
teman).
Rasional: Pada
pasien dengan ketidakberdayaan dibutuhkan
faktor pendukung yang mampu mensupport
pasien, dari
dalam sendiri dapat berupa penguatan
nilai-nilai spiritual,
Jika dalam proses perawatan kekuatan lain
tidak adekuat.
h. Sampaikan kepercayaan diri terhadap
kemampuan pasien
untuk menangani keadaan dan sampaikan
perubahan positif
dan kemajuan yang dialami pasien setiap
hari.
Rasional: Meningkatkan
rasa percaya diri terhadap
kemampuan atas upaya dan usaha yang
sudah dilakukan oleh
klien.
i. Biarkan pasien mengemban tanggung
jawab sebanyak
mungkin atas praktik perawatan dirinya.
Dorong kemandirian
pasien, tetapi bantu pasien jika tidak
dapat melakukannya.
Rasional:
memberikan pilihan kepada pasien akan
meningkatkan perasaannya dalam
mengendalikan hidupnya.
j. Berikan umpan balik positif untuk
keputusan yang telah
dibuatnya
BAB 3
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1
Gambaran Kasus
Klien (34 Tahun) masuk ke ruang
perawatan MPE RSKO Jakarta pada April
2013. Klien mengatakan Ia diantar oleh
kakak pertamanya, klien
Mengungkapkan ingin berhenti menggunakan
Putaw (Heroin). Namun, klien tidak yakin dengan dirinya sendiri, jika Ia dapat
berhenti total dan tidak menggunakan kembali jika sudah keluar dari Rumah Sakit.
Klien mengatakan alasan Ia mau masuk perawatan adalah karena saran dari
kakaknya yang mengatakan takut jika adiknya ketangkap dan tersangkut kasus
hukum karena menggunakan Heroin, Sehingga urusannya akan panjang.
Klien mengatakan bahwa dirinya menggunakan
NAPZA pertama kali adalah jenis alkohol dan ganja tahun 1992, Ketika itu klien
masih duduk dibangku SMP karena ikut-ikutan dengan teman-temannya. Kemudian
terus berlanjut dan
berganti-ganti ke jenis NAPZA lainnya,
sampai klien mengatakan bahwa Ia
menemukan yang paling cocok untuk
dirinya adalah jenis Putaw (Heroin).
Penggunaan Heroin tersebut terus
berlanjut sampai menjadi addict.
Tahun 2001
Klien menyadari banyak hal yang menjadi
kacau dalam hidupnya yaitu: kuliah
berantakan, kehidupan menjadi kacau,
pekerjaan sampingan klien juga
berantakan. Klien memutuskan untuk
mengikuti program perawatan lengkap
(detoksifikasi dan Rehabilitasi) di
Rumah Sakit. SB di kota Sukabumi atas
permintaan Alhm.Ibu klien saat itu. Klien mengikuti program
detoksifikasi selama 2 bulan, dilanjutkan perawatan rehabilitasi selama 11
bulan. Klien mengatakan
keluar dan menyelesaikan program
perawatan pada bulan November 2002.
Klien mengatakan bahwa Ia benar-benar
bersih (abstinence) dari NAPZA
selama 2 tahun. Namun, Pada tahun 2005 klien mengalami kondisi slip dan kembali relapse. Klien mengatakan background pekerjaannya sebagai
manajer F&B di perusahaan minuman impor, mempermudah Ia untuk kembali
mengakses Putaw/Heroin. Selain itu, besarnya tekanan dari pekerjaan berupa
target-target. perusahaan yang harus dicapai yang harus dihadapi juga turut
berpengaruh. Klien mengatakan pekerjaannya masuk jam 10.00 s/d tidak tentu.
Klien mengatakan jam 10.00 s/d siang hari aktivitasnya berupa paper work. Kemudian setelah makan siang
Klien mengatakan baru melakukan pekerjaan yang sifatnya aktif. Ia harus melakukan
lobby ke club-club atau tempat
hiburan malam. area cakupannya adalah wilayah J. Itulah awal mulanya klien
kembali menggunakan Putaw/heorin. Klien mengatakan karena bertemu dengan teman lamanya
dan berbagi cerita dengan teman-temannya tersebut. Kemudian klien mulai mencoba
kembali memakai Putaw/Heroin. Klien mengatakan sejak itu terus berlanjut
menggunakan heroin sampai terakhir masuk RSKO April 2013. hamun, Klien
mengatakan di tahun 2007 Ia pernah menjalani program spiritual di wilayah S
selama 2 bulan.
Klien kembali ke pekerjaannya, dan
kembali menggunakan Heroin. Berikut
gambaran skema penggunaan NAPZA klien
disertai dengan keterangan usia awal klien menggunakan NAPZA.
Skema 3.1
Riwayat Awal Penggunaan NAPZA
Dari hasil pengkajian diperoleh data
bahwa saat ini klien tinggal dengan kakak
pertamanya. Klien merupakan anak
terakhir dari 4 bersaudara, 2 orang kakak
perempuan, 1 orang kakak laki-laki.
Sedangkan ayah klien sudah meninggal
karena sakit jantung sejak klien berusia
7 tahun, dan Ibu klien meninggal pada
tahun 2007. Klien mengatakan bahwa
dirinya adalah anak kesayangan ibunya,
apapun yang dimintanya sejak ayahnya
tidak ada, Ibunya selalu memberikan apayang diminta oleh klien, sampai kakaknya
memanggilnya dengan sebutan “Sibelahan jiwa mama”. Klien mengatakan hal yang
paling menyedihkan dalam
hidupnya adalah saat kehilangan Ibunya.
Ia mengatakan “Kalo aja mama hidup 1hari lagi aja, saat itu pasti gue akan
lakukan apa aja buat ngebahagiain dia, hari ini ulang tahun mama ”.
Klien mengatakan orang terdekat
dengannya selain Alhm. Ibunya adalah Kakak
perempuannya No.2. Namun, semenjak
kakaknya menikah tahun 2007 tidak lama sebelum ibunya meninggal. Kakaknya
dibawa oleh suaminya ke Inggris karena suaminya kebangsaan Inggris. Klien
mengatakan kadang bingung tidak ada tempat untuk mengadu, kecuali dengan kakak
pertamanya saat ini.
Sedangkan kakak pertamanya saat ini suaminya
juga sudah meninggal, sehingga sibuk
mengurus anak dan harus bekerja juga.
Klien mengatakan tidak ada teman untuk membagi cerita suka dan duka kecuali
teman-teman di tempat pakau (pakaiputaw/Heorin).
Ketika ditanya tentang aktivitas diluar
pekerjaan, Klien mengatakan biasanya
memanfaatkan waktu luang sewaktu bersih
dari NAPZA dengan memancing.
Tetapi, klien mengatakan saat ini sudah
malas karena membosankan. Klien juga
mengatakan sering jalan-jalan untuk
mencari tempat baru dengan teman-temannya di akhir pekan untuk pakau (Pakai
Putaw/Heroin). klien mengatakan saat ia memakai Putaw/Heorin tujuannya supaya
dapat kembali merasa tenang dan mempercepat berjalannya waktu. setelah itu
klien mengatakan dirinya akan lebih tenang dan esoknya bisa kerja. ketika
ditanya tentang aktivitas selama di RS, klien mengatakan bosan, malas
ngapa-ngapain karena nggak ada kegiatan. mandi juga jadi malas, 1 kali saja
sehari.
klien mengatakan susah tidur dan harus
minum obat tidur tiap malam. Tampak
lingkaran hitam di area sekitar mata,
tampak lesu, dan tidak bersemangat. Klien
mengatakan biasa mulai tidur jam 3-an
malam sampai jam 8 pagi. Klien juga
mengatakan badannya nyeri karena baru
saja putus codein dan gelisah terus. klien mengatakan tidak bisa jamin dan
yakin bisa berhenti tidak pakai lagi. klien mengatakan mungkin tidak ada yang
berani jamin orang tidak pakai lagi. karena kita punya pergaulan di luar yang
tidak bisa kita bentengi.
Ketika ditanya tentang kebiasaanya dalam
memakai putaw/heroin dengan cara
apa, klien mengatakan dengan menyuntikkan
ke pembuluh darah. Namun, klien mengatakan tidak pernah bertukar jarum suntik
dengan teman pengguna lainnya, hanya saja satu jarum dapat digunakan sampai 4
hari dengan frekuensi suntik 3-4 kali dalam satu hari. Ketika ditanya tentang
pengetahuan klien akibat penggunaan
jarum suntik klien mengatakan resiko
hepatitis C. klien mengatakan dirinya saat ini positif Hepatitis C. Tetapi
klien mengatakan sudah pernah mengikuti terapi
pengobatan interferon pada tahun 2009. Klien juga mengatakan dirinya pernah
memiliki riwayat sakit asam lambung yang
parah. Bahkan sampai dilakukan
endoscopy,
pada bulan Maret 2013 akibat tukak lambung yang parah menurut
klien. Pengetahuan klien tentang HIV
cukup, klien mampu menyebutkan apa itu
HIV, Penyebab, dan cara menghindari
terkena HIV. Klien pernah melakukan tes anti HIV tahun 2007 dan hasilnya negatif
dengan nilai CD4 600. Namun, klien bertanya apa ada hubungannya penggunaan
putaw dengan sakit tukak lambung. ketika ditanya apakah klien, masih memiliki
kebiasaan wwmengkonsumsi alkohol, klien mengatakan masih aktif mengkonsumsi
alkohol khususnya jenis wine terakhir
sebelum masuk RSKO Jakarta.
3.2 Analisa Data
Tabel 3.1 Analisa data: Koping individu tidak
efektif
|
No
Data Masalah Keperawatan
|
1. Data Subjektif
a. klaien mengatakan ia menggunakan - Koping I ndividu
tidak
potaw/heroin karna besarnya pressure dari efektif
pekerjaan.
b. klaien mengtakan saat ia memakai
potaw/heroin
tujuanya supaya dapat
kembali merasa tenang dan
mempercepat berjalanya
waktu.
c.
klaien mengatakan tidak ada teman dekat yang biasa
diajak berbagai cerita suka
dan duka.
Data objektif –
|
2. Data subjektif
a.
klaien mengatakan ia tdk bias jamin dirinya - ketidakberdayaan
tidak akan menggunakan lagi
setelah keluar dari
rumah sakit.
b.
kalien mengatakan dampak dari ketergantunganya
sudah mengakibatkan kondisi
rumah tangganya berantakan akan
berakhir dengan perceraian.
|
c. Klien mengatakan “Siapa sih junki yang nggak
pengen berhenti, semua gue
yakin pengen
berhenti. Tapi sulit, sulit
banget, lu nggak pernah
diposisi gue, susahnya
setengah mati”
d. Klien mengatakan dirinya sengaja
menyuntikkan
Vit.C ke pembuluh darah
setiap hari untuk
sekedar menghilangkan suggest, “Feel nya beda
waktu nyuntikkin insul itu
ke urat”
e. Klien mengatakan bahwa Ia tahu resiko akibat
penggunaannya tersebut “
Keuangan gue kacau,
rumah tangga
berantakan, fisik gue ancur, tapi
gimana?, susah buat gue,
susah banget, gue tahu
sekarang gue udah positif
Hep.C, Tapi yaudahlah
gue udah nggak mau tahu.
Bikin gue pusing”
f. Klien mengatakan “mungkin gue belum ketemu
jalan buat gue kembali ke
yang bener-bener, tapi
gue coba lagi-coba lagi.
Nggak tau deh kapan itu,
kadang capek juga, karena ya
itu ujung-ujungnya
gue jatuh lagi”.
Data Objektif:
a.
Hasil kuisioner dengan DASS : Klien
teridentifikasi mengalami
cemas berat dan
depresi sedang.
|
|
3
Data Subjektif:
a.
Klien mengatakan baru mulai bisa tidur - Ganguan pola tidur
jam 1 malam, kadang jam 3 malam dan
bangun jam 8 pagi.
b. Klien mengatakan tidurnya
tidak
nyenyak, sering terbangun
c. Klien mengatakan “Sedih
banget loh,
rasanya udah pengen banget buat
nutup
mata gitu, tapi nggak bisa, Gelisah
terus”
Data
Objektif:
a. Tampak lingkaran hitam di
area sekitar
mata.
b. Tampak klien lesu
c. Tampak klien kurang bersemangat
|
|
4 Data Subjektif:
- Ganguan rasa Nayman: nyeri
a. Klien mengatakan badannya
sakit karena
obat tidak nutup.
b. Klien mengatakan baru saja
putus codein.
c. Klien mengatakan malas mandi,
karena
badannya akan tambah sakit jika mandi
Jadi klien mandi 1 kali sehari.
d. Klien mengatakan skala
nyerinya jika
dihitung 1-10, adalah 5. Timbul terusterusan,
jadi susah mikir juga.
Data Objektif:
a. ekspresi
wajah gelisah
|
|
5.
Data Subjektif:
- Kurang pengatuhuan
a.
Klien bertanya apa ada hubungannya
penggunaan Putaw dengan sakit tukak
lambung.
b.
Klien mengatakan terakhir SMRS masih
memiliki kebiasaan mengkonsumsi
alkohol khususnya jenis wine.
c.
Klien bertanya tentang efek jangka
panjang akibat penggunaan terapi
subtitusi dari putaw yaitu Suboxone.
Data Objektif:
a.
Klien mendapat terapi Polysilane,
Ranitidine, dan Ondancetrone.
b.
Hasil pemeriksaan Anti Hepatitis: Klien
Hepatitis C.
|
|
3.4 Pohon Masalah
Skema
3.2 Pohon Masalah
Keputusasaan
|
Ketidakberdayaan
|
Ketidakberdayaan
Koping individu tidak
efektif
Prioritas Diagnosa Keperawatan
Prioritas
diagnosa yang diangkat dari hasil perumusan masalah yang
ditemukan pada klien adalah sebagai
berikut:
a. Koping individu tidak efektif
b. Ketidakberdayaan
c. Gangguan rasa nyaman: Nyeri
d. Gangguan pola tidur
e. Kurang pengetahua
3.5 Implementasi Keperawatan
Implementasi secara keseluruhan
dilampirkan dalam format catatan perkembangan klien. Implementasi asuhan
keperawatan pada klien
dilaksanakan mulai tanggal 13 Mei sampai
20 Juni 2013. Intervensi dilakukan secara holistik dengan memandang klien
secara utuh dari segi bio-psiko-
sosiospiritual,
Namun pembahasan implementasi
keperawatan yang dilakukan
berfokus pada diagnosa keperawatan
ketidakberdayaan.
Intervensi yang dilakukan oleh penulis bersifat
generalis, Namun penulis
berusaha mengaplikasikan salah satu
intervensi keperawatan psikoterapi
dengan menggunakan Tenik Dereflection. Tehnik Dereflection
merupakan
salah satu bentuk eksistensi manusia
yaitu kemampuannya untuk bangkit dari
semua kondisi dan mengatasi dirinya
kemudian mencurahkan perhatian pada
hal-hal positif dan bermanfaat.
Menghilangkan keinginan berlebihan
(Hiperintention)
untuk melawan adiksi terhadap NAPZA. Hal yang ingin
diubah bukanlah keadaan, melainkan sikap
(attitude) yang diambil dalam
menghadapi keadaan. Mengarahkan pada
proses acceptence untuk
menghadapi
keadaan yang tidak mungkin diubah atau
dihindari. Maka sikap yang tepat
adalah menerima dengan penuh ikhlas dan
tabah pada hal-hal tragis yang tidak
mungkin untuk dihindari atau diubah.
Mendalami nilai-nilai bersikap pada
dasarnya memberi kesempatan kepada
seseorang untuk mengambil keputusan
yang tepat atas kondisi ketidakberdayaan
yang dialami.
Terapi generalis untuk diagnosa
ketidakberdayaan melibatkan intervensi
berupa:
1. Identifikasi faktor pendukung
ketidakberdayaan (Pengalaman kegagalan
yang berkelanjutan untuk bertahan dan bebas dari penggunaan NAPZA)
2. Motivasi membagi pengalaman
3. Membantu menetapkan tujuan yang ingin
dicapai
4. Gali pengalaman perilaku
5. Motivasi melakukan kegiatan yang
positif
6. Memberikan pujian yang realistis.
Tehnik pelaksanaan intervensi
keperawatan dengan diagnosa
ketidakberdayaan pada klien dilakukan
melalui tehnik Dereflection dengan
pendekatan metode FRAMES yang
dimodifikasi menjadi empat sesi yang
dilaksanakan mulai tanggal 13 Mei 2013
sampai dengan 20 Juni 2013 dan
dilakukan secara terintegrasi, yaitu:
1. Sesi 1: Membina hubungan saling
percaya
Membina hubungan saling percaya, sesi
ini bertujuan untuk
mengembangkan hubungan yang baik dan
nyaman antara klien dengan
perawat (mahasiswa). Mahasiswa mencoba
mengidentifikasi masalah yang
muncul akibat respon ketidakberdayaan klien, dan
menghubungkannya
dengan gangguan perilaku klien yaitu
penggunaan NAPZA dan proses
adiksinya terhadap NAPZA.
2. Sesi II: Mengidentifikasi reaksi dan
respon klien terhadap masalah
Mengidentifikasi reaksi dan respon klien
terhadap masalah, sesi kedua ini
klien diminta untuk mengungkapkan reaksi
ataupun respon emosional,
perilaku, partisipasi dalam kegiatan
sehari-hari dan tanggung jawab klien
terhadap diri sendiri dan lingkungan
(keluarga, pekerjaan, dan sosial).
Mahasiswa mencoba mengidentifikasi dan
mendiskusikannnya dengan
klien cara yang sudah dilakukan untuk
mengatasi masalah tersebut,
bagaimana hasilnya serta mengidentifikasi masalah
yang belum teratasi.
3.6 Evaluasi
Hasil Asuhan Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir pada
proses keperawatan yang dapat dinilai
dari keberhasilan asuhan keperawatan
yang diberikan berdasarkan pada
kriteria hasil masing-masing masalah
yang akan dilakukan tindakan
keperawatan. Penulis melakukan evaluasi
hasil yang pelaksanaannya adalah
dengan melakukan diskusi dengan klien
dan observasi langsung untuk melihat
sejauh mana masalah dapat teratasi dan
melihat kemajuan kesehatan klien
setelah diberikan asuhan keperawatan.
Berikut skema discharge planning
intervensi keperawatan yang menunjukkan
intervensi yang komprehensif
terhadap klien untuk memaksimalkan hasil asuhan
keperawatan.
Skema 3.3 Discharge Planning Intervensi Klien
Diagnosa ketidakberdayaan membutuhkan
intervensi yang cukup panjang,
karena berkaitan dengan pembentukan
ideal diri didalamnya. Penentuan
tentang diagnosa tersebut dapat diselesaikan
atau tidak menjadi ambigu,
karena tidak ada standar baku yang
menentukan apakah diagnosa telah teratasi
atau tidak. Walaupun kriteria sudah
dicantumkan dalam rencana asuhan
keperawatan. Pengukuran hasil asuhan
keperawatan dengan diagnosa
ketidakberdayaan pada klien bersifat
subjektif, karena masalah-masalah yang
coba untuk diselesaikan masih
membutuhkan kontrol berupa observasi
langsung untuk dapat dianalisa apakah
intervensi berhasil atau tidak, setelah
klien kembali ke kehidupan bermasyarakat
(keluar dari rumah sakit dan
kembali beraktivitas).
Keputusan klien untuk mengikuti program
terapi rumatan melalui terapi
subtitusi membutuhkan kontrol yang kuat
dari diri klien dan orang terdekat,
termasuk tim pelayanan kesehatan.
Program terapi subtitusi harusnya
didukung dengan psikoterapi atau terapi
sosial yang mendukung keberhasilan
klien mempertahankan kondisi bebas
NAPZA. Dalam hal ini, penulis belum
mampu melakukan intervensi keperawatan
di tingkat keluarga sebagai bagian
dari support system klien. Penulis juga tidak mampu memfasilitasi
klien untuk
mendapatkan akses untuk mendapatkan
program psikoterapi lanjutan, setelah
klien keluar dari ruang perawatan di RS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar