Citra Tubuh
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keindahan ataupun
penampilan ragawi yang menarik, merupakan salah satu aspek penting dalam
membuat kesan pertama dan juga bisa membuat orang lain tertarik pada diri kita.
Sekalipun penilaian seperti ini tentulah sangat dangkal dan terkesan tidak
melihat 'isi' ataupun hal-hal lain di luar penampilan, tetapi tidak bisa
disangkal bahwa orang memang cenderung melihat penampilan fisik ataupun
tampilan 'luar' saja.
Menurut pendapat
peneliti, kita akan lebih merasa senang jika melihat orang yang memiliki
penampilan 'enak dipandang' dan bersih daripada orang yang 'dekil', kotor atau
tidak terawat. Salah satu aspek penampilan fisik yang penting dan merupakan hal
yang paling 'terlihat' adalah tubuh. Tubuh yang langsing, ramping, kencang bagi
wanita ataupun tubuh pria yang berotot, tinggi besar, 'keras' bagi pria
merupakan idaman semua orang. Jika dibandingkan dengan tubuh yang 'kerempeng',
kurus kering ataupun tubuh gemuk yang buruk, 'malas' dan terlihat tidak lincah,
orang lebih ingin memiliki tubuh ideal yang langsing dan kencang, yang
menandakan kesehatan dan juga membuat seseorang lebih terlihat percaya diri dan
menarik.
Penampilan fisik juga
merupakan salah satu aspek yang penting untuk menarik perhatian lawan jenis.
Dari segi fisiologis, penelitian pada perilaku hewan yang dilakukan oleh ahli
zoologi mengemukakan bahwa binatang jantan maupun betina mengalami perubahan
fisiologis yang terjadi tanpa disadari ketika mereka berusaha menarik perhatian
satu sama lain. Perilaku yang sama juga terjadi pada manusia, karena terjadi
secara tidak disadari dan tidak bisa dijelaskan, perilaku-perilaku ini
kemungkinan besar merupakan bawaan (Pease, XXXX).
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan konsep tentang citra tubuh?
2. Jelaskan asuhan keperawatan tentang konsep
diri yaitu citra tubuh?
C. Tujuan
1. Mahasiswa/i mampu mengetahui dan memahami
tentang konsep citra tubuh
2. Mahasiswa/i mampu mengetahui dan memahami
tentang asuhan keperawatan tentang citra tubuh
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Menurut
Honigman dan Castle, body image adalah gambaran mental seseorang terhadap
bentuk dan ukuran tubuhnya, bagaimana seseorang mempersepsikan dan memberikan
penilaian atas apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk
tubuhnya, dan bagaimana kira-kira penilaian orang lain terhadap dirinya.
Sebenarnya, apa yang dia pikirkan dan rasakan, belum tentu benar-benar
merepresentasikan keadaan yang aktual, namun lebih merupakan hasil penilaian
diri yang subyektif (Dewi, 2009).
Citra tubuh membentuk
persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara internal maupun eksternal.
Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan pada tubuh. Citra tubuh
dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik
dan oleh persepsi dari pandangan orang lain (Potter & Perry, 2005).
Citra tubuh adalah
sikap individu terhadap tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar,
meliputi performance, potensi tubuh, fungsi tubuh serta persepsi dan perasaan
tentang ukuran tubuh dan bentuk tubuh (Sunaryo, 2004).
Sejak lahir individu
mengeksplorasikan bagian tubuhnya, menerima reaksi tubuhnya dan menerima
stimulus orang lain. Pandangan realistis terhadap diri, menerima dan menyukai
bagian tubuh akan memberi rasa aman, terhindar dari rasa cemas dan menigkatkan
harga diri. Persepsi dan pengalaman individu terhadap tubuhnya dapat mengubah
citra tubuh secara dinamis. Persepsi orang lain dilingkungan pasien terhadap
tubuh pasien turut mempengaruhi penerimaan pasien pada dirinya (Keliat, 1998).
Citra tubuh adalah
bagaimana cara individu mempersepsikan tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak
sadar yang meliputi ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi tubuh berikut
bagian-bagiannya. Dengan kata lain, citra tubuh adalah kumpulan sikap individu,
baik yang disadari ataupun tidak yang ditujukan terhadap dirinya. Beberapa hal
terkait citra tubuh antara lain:
1. Fokus individu terhadap bentuk fisiknya.
2. Cara individu memandang dirinya berdampak
penting terhadap aspek psikologis individu tersebut.
3. Citra tubuh seseorang sebagian dipengaruhi
oleh sikap dan respon orang lain
terhadap dirinya, dan sebagian lagi oleh eksplorasi individu terhadap
dirinya.
4. Gambaran yang realistis tentang menerima
dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman serta mencegah kecemasan dan
meningkatkan harga diri.
5. Individu yang stabil, realistis dan
konsisten terhadap citra tubuhnya dapat mencapai kesuksesan dalam hidup
(Mubarak, Wahit & Chayatin, 2008).
B. Etiologi
Kondisi Patofisiologi dan Psikopatologis dan prosedur
terapeutik yang dapat menimbulkan gangguan citra tubuh :
1. Eksisi bedah atau gangguan bagian tubuh
• Enterostomi
• Mastaktomi
• Histerektomi
• pembedahan kardiovaskuler
• pembedahan leher radikal
• laringektomi
2. Amputasi pembedahan atau traumatik
3. Luka bakar
4. Trauma wajah
5. Gangguan makan
• anoreksia nervosa
• bulimia
6. Obesitas
7. Gangguan muskuluskeletal
• atritis
8. Gangguan integumen
• Psoriasis
• Skar sekunder akibat trauma atau
pembedahan
9. Lesi otak
• Cerebrovaskular accident
• Demensia
• Penyakit parkinson
10. Gangguan afektif
• Depresi
• Skizofrenia
11. Gangguan endokrin
• Akromegali
• Sindroma chusing
12. Penyalahgunaan
bahan kimia
13. Prosedur diagnostik
14. Kehilangan atau
pengurangan fungsi
• Impotensi
• Pergerakan/kendali
• Sensori/persepsi
• Memori
15. Terapi modalitas
• Teknologi tinggi (misalnya impian
defibrilator, prostesis sendi, dialisis)
• Kemoterapi
16. Nyeri
17. Perubahan
psikososial atau kehilangan
• Perubahan volunter atau dipaksakan dalam
peran bekerja atau sosial
• Dukungan orang terdekat
• Perceraian
• Kepemilikan pribadi (rumah, perlengkapan
rumah tangga, keuangan)
• Translokasi/relokasi
18. Respon masyarakat
terhadap penuaan (agetasim)
• Umpan balik interpersonal negatif
• Penekanan pada produktivitas
19. Defisit pengetahuan (personal, pemberi
asuhan, atau masyarakat)
C. Gangguan Citra Tubuh
Citra tubuh membangun
sebuah kompleks yang didefenisikan oleh kita “persepsi, pikiran dan perasaan
mengenai pengalaman tubuh” yang tertanam dan dibentuk dalam konteks sosial
budaya kita tidak hanya menyediakan rasa diri, citra tubuh juga mempengaruhi
bagaimana kita berpikir, bertindak dan berhubungan dengan orang lain, yang
tiba-tiba perubahan dalam satu penampilan fisik sebagai hasil dari pekerjaan
yang berhubungan dengan amputasi dapat hadir signifikan dan kompleks sebagai tantangan psikologis (Wald & Alvaro,
2004).
Gangguan citra tubuh
biasanya melibatkan distorsi dan persepsi negatif tentang penampilan fisik
mereka. Perasaan malu yang kuat, kesadaran diri dan ketidaknyamanan sosial
sering menyertai penafsiran ini. Sejumlah perilaku menghindar sering digunakan
untuk menekan emosi dan pikiran negatif, seperti visual menghindari kontak
dengan sisa ekstremitas, mengabaikan kebutuhan perawatan diri dari sisa
ekstremitas dan menyembunyikan sisa ekstremitas lain.
Pada akhirnya reaksi negatif
ini dapat mengganggu proses rehabilitasi dan berkontribusi untuk meningkatkan
isolasi sosial (Wald & Alvaro, 2004).
Individu yang mempunyai
gangguan bentuk tubuh bisa tersembunyi atau tidak kelihatan atau dapat juga
meliputi suatu bagian tubuh yang berubah secara signifikan dalam bentuk
struktur yang disebabkan oleh rasa trauma atau penyakit.
Beberapa individu boleh
juga menyatakan perasaan ketidakberdayaan, keputusasaan, dan kelemahan, dan
boleh juga menunjukkan perilaku yang bersifat merusak terhadap dirinya sendiri,
seperti penurunan pola makan atau usaha bunuh diri. (Kozier, 2004).
Suatu gangguan citra
tubuh dapat diketahui perawat dengan mewawancarai dan mengamati pasien secara
berhati-hati untuk mengidentifikasi bentuk ancaman dalam citra tubuhnya (fungsi
signifikan bagian yang terlibat, pentingnya penglihatan dan penampilan fisik
bagian yang terlibat); arti kedekatan pasien terhadap anggota keluarga dan
anggota penting lainnya dapat membantu pasien dan keluarganya (Kozier, 2004).
Respon pasien terhadap
kelainan bentuk atau keterbatasan meliputi perubahan dalam kebebasan. Pola
ketergantungan dalam komunikasi dan sosialisasi.
• Respon terhadap kelainan bentuk atau
keterbatasan dapat berupa:
1. Respon penyesuaian: menunjukkan rasa sedih
dan duka cita (rasa shock, kesangsian, pengingkaran, kemarahan, rasa bersalah
atau penerimaan).
2. Respon mal-adaptip: lanjutan terhadap
penyangkalan yang berhubungan dengan kelainan bentuk atau keterbatasan yang
tejadi pada diri sendiri. Perilaku yang bersifat merusak, berbicara tentang
perasaan tidak berharga atau perubahan kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan.
• Respon terhadap pola kebebasan –
ketergantungan dapat berupa:
1. Respon penyesuaian: merupakan tanggung
jawab terhadap rasa kepedulian (membuat keputusan) dalam mengembangkan perilaku
kepedulian yang baru terhadap diri sendiri, menggunakan sumber daya yang ada,
interaksi yang saling mendukung dengan keluarga.
2. Respon mal-adaptip: menunjukkan rasa
tanggung jawab akan rasa kepeduliannya terhadap yang lain yang terus-menerus
bergantung atau dengan keras menolak bantuan.
• Respon terhadap Sosialisasi dan
Komunikasi dapat berupa:
1. Respon penyesuaian: memelihara pola
sosial umum, kebutuhan komunikasi dan menerima tawaran bantuan, dan bertindak
sebagai pendukung bagi yang lain.
2. Respon mal-adaptip: mengisolasikan
dirinya sendiri, memperlihatkan sifat kedangkalan kepercayaan diri dan tidak
mampu menyatakan rasa (menjadi diri sendiri, dendam, malu, frustrasi, tertekan)
(Carol, 1997).
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Citra Tubuh
Citra tubuh dipengaruhi
oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang
normal seperti pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih
besar pada tubuh dibandingkan dengan aspek lainnya dari konsep diri. Selain
itu, sikap dan nilai kultural dan sosial jugamempengaruhi citra tubuh.
Pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi
dan pandangan orang lain.
Cara individu memandang
dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang
realistik terhadap dirinya, menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan
membuatnya lebih merasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan
meningkatkan harga diri. Proses tumbuh kembang fisik dan kognitif perubahan
perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek
penampakan yang lebih besar pada tubuh bila dibandingkan dengan aspek lain dari
konsep diri (Potter & Perry, 2005).
E. Negatif
Dan Positif Citra Tubuh
Citra tubuh yang
negatif merupakan suatu persepsi yang salah mengenai bentuk individu, perasaan
yang bertentangan dengan kondisi tubuh individu sebenarnya. Individu merasa
bahwa hanya orang lain yang menarik dan bentuk tubuh dan ukuran tubuh individu
adalah sebuah tanda kegagalan pribadi. Individu merasakan malu, self-conscious,
dan khawatir akan badannya. Individu
merasakan canggung dan gelisah terhadap badannya (Dewi, 2009).
Citra Tubuh yang
positif merupakan suatu persepsi yang benar tentang bentuk individu, individu
melihat tubuhnya sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Individu menghargai
badan/tubuhnya yang alami dan individu memahami bahwa penampilan fisik
seseorang hanya berperan kecil dalam menunjukkan karakter mereka dan nilai dari
seseorang. Individu merasakan bangga dan menerimanya bentuk badannya yang unik
dan tidak membuang waktu untuk mengkhawatirkan makanan, berat badan, dan
kalori. Individu merasakan yakin dan nyaman dengan kondisi badannya (Dewi,
2009).
F. Manifestasi Klinis Citra Tubuh
Tanda dan gejala
gangguan citra tubuh, (Harnawatiaj, 2008) yaitu:
1. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh
yang berubah
2. Tidak menerima perubahan tubuh yang telah
terjadi/akan terjadi
3. Menolak penjelasan perubahan tubuh
4. Persepsi negatif pada tubuh
5. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang
6. Mengungkapkan keputusasaan
7. Mengungkapkan ketakutan
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
GANGGUAN
KONSEP DIRI ( CITRA TUBUH )
A. Pengkajian
Pengkajian perubahan citra
tubuh terintegrasi dengan pengkajian lain. Setelah diagnosa, tindakan operasi
dan program terapi biasanya tidak segera tampak respon pasien terhadap
perubahan-perubahan. Tetapi perawat perlu mengkaji kemampuan pasien untuk
mengintegrasikan perubahan citra tubuh secara efektif (Keliat, 1998).
B. Diagnosa Keperawatan
Selama pasien dirawat,
perawat melakukan tindakan untuk diagnosa potensial, dan akan dilanjutkan oleh
perawat di Unit Rawat Jalan untuk memonitor kemungkinan diagnosa aktual.
Beberapa diagnosa
gangguan citra tubuh adalah potensial gangguan citra tubuh yang berhubungan
dengan efek pembedahan serta menarik diri yang berhubungan dengan perubahan
penampilan (Keliat, 1998). Adapun Diagnosa yang mungkin Muncul diantaranya:
1. Gangguan konsep diri : Gangguan Citra Tubuh
2. Isolasi social : menarik diri
C. Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan tindakan
keperawatan bagi pasien perubahan citra tubuh adalah meningkatkan keterbukaan
dan hubungan saling percaya, peran serta pasien sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki, mengidentifikasi perubahan citra
tubuh, menerima perasaan dan pikirannya, menetapkan masalah yang
dihadapinya, mengidentifikasi kemampuan koping dan sumber pendukung lainnya,
melakukan tindakan yang dapat mengembalikan integritas diri (Keliat, 1998).
• Diagnose I : gangguan citra tubuh
SP Pasien
• Tujuan Umum :
Kepercayaan diri
klain kembali normal
Tujuan khusus :
Pasien dapat
mengidentifikasi citra tubuhnya .
Pasien dapat
mengidentifikasi potensi (aspek positif).
Pasien dapat
melakukan cara untuk meningkatkan citra tubuh.
Pasien dapat
berinteraksi dengan orang lain.
• Intervensi
Diskusikan persepsi
pasien tentang citra tubuhnya yang dulu dan saat ini, perasaan dan harapan yang
dulu dan saat ini terhadap citra tubuhnya.
Diskusikan potensi
bagian tubuh yang lain.
Bantu pasien untuk
meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu.
Ajarkan untuk
meningkatkan citra tubuh.
Gunakan protese,
wig,Gunakan protese, wig,kosmetik atau yg lainnya sesegera mungkin,gunakan
pakaian yang baru.
Motivasi pasien untuk
melihat bagian yang hilang secara bertahap.
Bantu pasien
menyentuh bagian tersebut.
Motivasi pasien untuk
melakukan aktifitas yang mengarah kepada pembentukan tubuh yang ideal.
Lakukan interaksi
secara bertahap
Susun jadual kegiatan
sehari-hari.
Dorong melakukan
aktifitas sehari dan terlibat dalamkeluarga dan sosial.keluarga dan sosial.
Dorong untuk
mengunjungi teman atau orang lain yang berarti/mempunyai peran pentingbaginya.
Beri pujian thd
keberhasilan pasienmelakukan interaksi.
SP keluarga
• Tujuan umum :
Kluarga dapat
membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri klien
• Tujuan khusus :
Keluarga dapat
mengenal masalah gangguan.
Keluarga dapat
mengenal masalah gangguancitra tubuhcitra tubuh.
Keluarga mengetahui
cara mengatasi.
Keluarga mengetahui
cara mengatasimasalah gangguan citra tubuhmasalah gangguan citra tubu.
Keluarga mampu
merawat pasien gangguancitra tubuhcitra tubuh.
Keluarga mampu
mengevaluasi kemampuanKeluarga mampu mengevaluasi kemampuanpasien dan
memberikan pujian ataspasien dan memberikan pujian
ataskeberhasilannya.keberhasilannya.
• Intervensi
Jelaskan dengan
keluarga tentang gangguan citra tubuh yang terjadi pada pasien.
Jelaskan kepada
keluarga cara mengatasi gangguan citra tubuh.
Ajarkan kepada
keluarga cara merawat pasien.
Menyediakan fasilitas
untuk memenuhi kebutuhan pasien dirumah.
Menfasilitasi
interaksi dirumah.
Melaksanakan kegiatan
dirumah dan sosial.
Memberikan pujian
atas keberhasilan pasien.
D. Evaluasi
Keberhasilan tindakan
terhadap perubahan gambaran tubuh pasien dapat diidentifikasi melalui perilaku
pasien yaitu memulai kehidupan sebelumnya, termasuk hubungan interpersonal dan
sosial, pekerjaan dan cara berpakaian, mengemukakan perhatiannya terhadap
perubahan citra tubuh, memperlihatkan kemampuan koping, kemampuan meraba,
melihat, memperlihatkan bagian tubuh yang berubah, kemampuan mengintegritasikan
perubahan dalam kegiatan (pekerjaan, rekreasi dan seksual), harapan yang
disesuaikan dengan perubahan yang terjadi, mampu mendiskusikan rekonstruksi
(Keliat, 1998). Penyesuaian terhadap perubahan citra tubuh melalui proses
seperti berikut:
1. Syok psikologis merupakan reaksi emosional
terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama pembuatan stoma
ditetapkan sebagai tindakan atau pada saat stoma telah ada (paska operasi).
Syok psikologis digunakan sebagai reaksi terhadapa ansietas. Informasi yang
terlalu banyak dan kenyataan perubahan tubuh membuat pasien menggunakan
mekanisme pertahanan seperti mengingkari, menolak, projeksi untuk
mempertahankan keseimbangan diri.
2. Menarik diri, pasien menjadi sadar akan
kenyataan, ingin lari dari kenyataan tetapi karena tidak mungkin maka pasien
menghindari/lari secara emosional. Pasien menjadi positif, tergantung, tidak
ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam perawatannya.
3. Penerimaan/pengakuan secara bertahap.
Setelah pasien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan/berduka muncul.
Setelah fase ini pasien mulai melakukan reintegrasi dengan citra tubuh yang
baru.
4. Integrasi merupakan proses yang panjang
dapat mencapai beberapa bulan, oleh karena itu perencanaan pulang dan perawatan
dirumah perlu dilaksanakan. Pasien tidak sesegera mungkin dilatih (Keliat,
1998).
BAB
IV
PENGKAJIAN
KASUS
Kasus
Tn/Ny 35 tahun wiraswasta sukses, 6 bulan yang lalu
kerugian besar dan bangkrut. Sejak saat itudia sering mengurung diri, nafsu
makan tidak ada, sulit tidur, suka mengeluh nyeri dada dan mengeluh sesak
nafas. Dari hasil pemeriksaan dokter Tn/Ny tersebut mengalami goncangan emosi.
A. Gangguan
Citra Tubuh
1. Pengertian
Citra tubuh merupakan komponen dari konsep diri yang dipengaruhi
oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik. Citra tubuh adalah kumpulan
dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya,
termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran,
fungsi, penampilan dan potensi. Gangguan citra tubuh adalah perasaan tidak puas
terhadap perubahan bentuk, struktur dan fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan
yang diinginkan.
2. Etiologi
Kondisi Patofisiologi dan Psikopatologis dan prosedur
terapeutik yang dapat menimbulkan gangguan citra tubuh :
Eksisi bedah atau gangguan bagian tubuh
· enterostomi
· mastaktomi
· histerektomi
· pembedahan
kardiovaskuler
· pembedahan
leher radikal
· laringektomi
Amputasi pembedahan atau traumatik
Luka bakar
Trauma wajah
Gangguan makan
· anoreksia
nervosa
· bulimia
Obesitas
Gangguan muskuluskeletal
· atritis
Gangguan integumen
· Psoriasis
· Skar
sekunder akibat trauma atau pembedahan
Lesi otak
· Cerebrovaskular
accident
· Demensia
· Penyakit parkinson
Gangguan afektif
· Depresi
· Skizofrenia
Gangguan endokrin
· Akromegali
· Sindroma
chusing
Penyalahgunaan bahan kimia
Prosedur diagnostik
Kehilangan atau pengurangan fungsi
· Impotensi
· Pergerakan/kendali
· Sensori/persepsi
· Memori
Terapi modalitas
· Teknologi
tinggi (misalnya impian defibrilator, prostesis sendi, dialisis)
· Kemoterapi
Nyeri
Perubahan psikososial atau kehilangan
· Perubahan
volunter atau dipaksakan dalam peran bekerja atau sosial
· Dukungan
orang terdekat
· Perceraian
· Kepemilikan
pribadi (rumah, perlengkapan rumah tangga, keuangan)
· Translokasi/relokasi
Respon masyarakat terhadap penuaan (agetasim)
· Umpan
balik interpersonal negatif
· Penekanan
pada produktivitas
Defisit pengetahuan (personal, pemberi asuhan, atau masyarakat)
3. Klasifikasi NOC
Data Objektif :
a. Mengurung diri
b. Dari hasil pemeriksaan
dokter pasien mengalami Goncangan Emosi.
c. Hilangnya bagian
tubuh.
d. Perubahan anggota tubuh
baik bentuk maupun fungsi.
e. Menyembunyikan atau
memamerkan bagian tubuh yang terganggu.
f. Menolak
melihat bagian tubuh.
g. Aktifitas sosial menurun.
Data Subyektif :
a. Nafsu makan tidak
ada.
b. Sulit tidur
c. Pasien suka mengeluh
nyeri di dada.
d. Pasien mengeluh sesak
nafas.
e. Menolak perubahan anggota
tubuh saat ini, misalnya tidak puas dengan hasil operasi.
f. Mengatakan hal
negatif tentang anggota tubuhnya yang tidak berfungsi.
g. Mengungkapkan
perasaan tidak berdaya, tidak berharga, keputusasaan.
h. Menolak berinteraksi
dengan orang lain.
i. Mengungkapkan
keinginan yang terlalu tinggi terhadap bagian tubuh yang terganggu.
j. Sering
mengulang-ulang mengatakan kehilangan yang terjadi.
k. Merasa asing
terhadap bagian tubuh yang hilang.
4. Intervensi berdasarkan
NIC dan kriteria hasil berdasarkan NOC
Individu :
a. Tujuan dan
kriteria hasil
1) Pasien dapat
mengidentifikasi citra tubuhnya.
2) Pasien dapat
mengidentifikasi potensi ( aspek positif ) dirinya.
3) Pasien dapat mengetahui
cara-cara untuk meningkatkan citra tubuh.
4) Pasien dapat melakukan
cara-cara untuk meningkatkan citra tubuh.
5) Pasien dapat berinteraksi
dengan orang lain tanpa terganggu.
b. Tindakan Keperawatan
1) Diskusikan persepsi pasien
tentang citra tubuhnya : dulu dan saat ini, perasaan tentang citra tubuhnya dan
harapan terhadap citra tubuhnya saat ini.
2) Diskusikan potensi bagian
tubuh yang lain.
3) Bantu pasien untuk
meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu.
4) Ajarkan pasien
meningkatkan citra tubuh dengan cara :
a) Gunakan protese, wig,
kosmetik atau yang lainnya sesegera mungkin, gunakan pakaian yang baru.
b) Motivasi pasien untuk
melihat bagian yang hilang secara lengkap.
c) Bantu pasien
menyentuh bagian tersebut.
d) Motivasi pasien untuk
melakukan aktifitas yang mengarah pada pembentukan tubuh yang ideal.
5) Lakukan interaksi secara
bertahap dengan cara :
a) Susun jadwal kegiatan
sehari-hari.
b) Dorong melakukan aktifitas
sehari-hari dan terlibat dalam aktifitas keluarga dan sosial.
c) Dorong untuk
mengunjungi teman atau orang lain yang berarti/mempunyai peran penting baginya.
d) Beri pujian terhadap
keberhasilan pasien melakukan interaksi.
Keluarga :
a. Tujuan dan
kriteria hasil
1) Keluarga dapat mengenal
masalah gangguan citra tubuh.
2) Keluarga mengetahui cara
mengatasi masalah gangguan citra tubuh.
3) Keluarga mampu merawat
pasien gangguan citra tubuh.
4) Keluarga mampu
mengevaluasi kemampuan pasien dan memberikan pujian atas keberhasilannya.
b. Tindakan Keperawatan
1) Jelaskan dengan keluarga
tentang gangguan citra tubuh yang terjadi pada pasien.
2) Jelaskan kepada keluarga
cara mengatasi masalah gangguan citra tubuh.
3) Ajarkan kepada keluarga
cara merawat pasien :
a) Menyediakan fasilitas
untuk memenuhi kebutuhan pasien dirumah.
b) Memfasilitasi interaksi di
rumah.
c) Melaksanakan
kegiatan di rumah dan sosial.
d) Memberikan pujian atas
kegiatan yang telah dilakukan pasien.
4) Ajarkan kepada keluarga
untuk mengevaluasi perkembangan kemampuan pasien seperti pasien mampu menyentuh
dan melihat anggota tubuh yang terganggu, melakukan aktifitas di rumah dan di
masyarakat tanpa hambatan.
5) Beri pujian yang realistis
terhadap keberhasilan keluarga.
6) TAK : stimulasi persepsi
HDR.
4. Intervensi Spesialis
a. Terapi
Individu : Terapi
CBT, terapi kognitif.
b. Terapi
Keluarga : Family
system therapy, terapi komunikasi.
c. Terapi
Kelompok : Logoterapi,
terapi supportif.
d. Terapi
Komunitas : Psikoedukasi.
5. Implementasi
Tindakan terhadap Perubahan Konsep Diri ( Gangguan Citra Tubuh )
Intervensi keperawatan membantu pasien memeriksa penilaian
kognitif dirinya terhadap situasi yang berhubungan dengan perasaan untuk
membantu pasien meningkatkan penghayatan diri dan kemudian melakukan tindakan
untuk mengubah perilaku. Pendekatan penyelesaian masalah ini memerlukan tingkat
intervensi yang progresif, sebagai berikut :
a. Meluaskan kesadaran
diri
b. Eksplorasi diri
c. Evaluasi diri
d. Perencanaan yang realistik
e. Komitmen terhadap tindakan
Tabel 1.1 Intervensi keperawatan untuk mengubah konsep diri pada Tingkat 1
|
Prinsip
|
Rasional
|
Intervensi
Keperawatan
|
|
|
Tujuan :
Meluaskan Kesadaran Diri Pasien
|
|||
|
Bina hubungan terbuka, saling
percaya.
Bekerja dengan pasien bagaimanapun
kekuatan egonya.
Maksimalkan peran serta pasien
dalam hubungan terapeutik.
|
Kurangi ancaman yang terlihat
dalam sikap perawat terhadap pasien, bantu pasien untuk meluaskan dan
menerima semua aspek kepribadian.
Kekuatan ego tingkat tertentu,
seperti kapasitas untuk uji realitas, kontrol diri, atau tingkat integritas
ego, dibutuhkan sebagai dasar asuhan keperawatan kemudian.
Timbal balik diperlukan bagi
pasien untuk menerima tanggung jawab terhadap perilaku dan respons kopinnya
yang maladaptif.
|
Tawarkan penerimaan tanpa syarat.
Dengarkan pasien.
Dukung pembahasan tentang pikiran
dan perasaan pasien.
Berespons tanpa mendakwa.
Sampaikan bahwa pasien adalah
seorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya
sendiri.
Identifikasi kekuatan ego pasien.
Pedoman bagi pasien dengan sumber
ego yang terbatas :
1. Mulai dengan meyakinkan identitas pasien.
2. Berikan dukungan untuk mengurangi tingkat ansietas panik.
3. Dekati pasien dengan cara tidak menuntut.
4. Terima dan upayakan klarifikasi komunikasi verbal dan
nonverbal.
5. Cegah pasien dari pengisolasian diri.
6. Bina rutinitas yang sederhana bagi pasien.
7. Tetapkan batasan untuk perilaku yang tidak tepat.
8. Orientasi pasien terhadap realitas.
9. Kuatkan perilaku yang sesuai.
10. Tingkatkan
aktifitas dan tugas yang dapat memberikan pengalaman positif secara bertahap.
11. Bantu
dalam kebersihan dan kecantikan diri.
12. Dukung
pasien dalam asuhan mandiri.
Tingkatkan peran serta pasien
secara bertahap dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan asuhan dirinya.
Sampaikan bahwa pasien adalah
individu yang bertanggung jawab.
|
|
Tabel
1.2 Intervensi keperawatan untuk mengubah konsep diri Tingkat 2
|
Prinsip
|
Rasional
|
Intervensi
Keperawatan
|
|
Tujuan :
Mendukung Eksplorasi Diri Pasien
|
||
|
Bantu pasien untuk menerima
perasaan-perasaan dan pikiran – pikirannya.
Bantu pasien mengklarifikasi
konsep diri dan hubungan dengan orang lain melalui pengungkapan diri.
Waspada dan kendalikan perasaan
anda sendiri.
Berespons empatik, bukan simpatik,
tekankan bahwa kekuatan untuk berubah berada pada pasien.
|
Dengan menunjukkan minat dan
penerimaan terhadap perasaan dan pikiran pasien, perawat membantu pasien
untuk melakukan hal yang sama.
Pengungkapan diri dan pemahaman
terhadap persepsi diri diperlakukan untuk membawa perubahan yang akan datang;
pengungkapan diri dapat mengurangi ansietas.
Kesadaran diri memungkinkan
perawat memberikan model perilaku autentik dan membatasi pengaruh negatif
kontertransferens dalam hubungan.
Simpati dapat menimbulkan rasa
kasihan pasien; sebaliknya, perawat harus mengkomunikasikan bahwa situasi
kehidupan pasien memerlukan kendali diri.
|
Dukung ekspresi emosi, keyakinan,
perilaku, dan pikiran pasein-secara verbal, nonverbal, simbolik, atau
langsung.
Gunakan keterampilan komunikasi
terapeutik dan respon empati.
Catat penggunaan pemikiran logik
dan tidak logik pasien serta laporkan dan amati respon emosinya.
Bangkitkan persepsi pasien tentang
kelebihan dan kekurangan diri yang dimiliki.
Bantu pasien untuk menguraikan
ideal diri.
Identifikasi kritik diri pasien.
Bantu pasien untuk menguraikan
keyakinan tentang bagaimana ia berhubungan dengan orang lain dan dengan
peristiwa.
Terbuka terhadap perasaan anda
sendiri.
Terima perasaan positif dan
negatif.
Gunakan diri secara terapeutik
dengan :
1. Berbagi perasaan anda dengan pasien.
2. Mengungkapkan tentang apa yang mungkin orang lain rasakan.
3. Mencerminkan persepsi anda terhadap perasaan pasien.
Gunakan respons empatik dan pantau
diri anda terhadap perasaan simpati dan kasihan.
Tegaskan bahwa pasien bukan tidak
berdaya atau tak kuasa dalam menghadapi masalah.
Tunjukkan pada pasien baik secara
verbal maupun melalui perilaku bahwa pasien bertanggung jawab terhadap
perilakunya sendiri, termasuk memilih respon koping yang adaptif dan
maladaptif.
Gunakan sistem pendukung dari
keluarga dan kelompok untuk memfasilitasi eksplorasi diri pasien.
Bantu pasien dalam mengenali sifat
konflik dan respon koping maladaptif.
|
Tabel
1.3 Intervensi Keperawatan terhadap perubahan
konsep diri Tingkat 3
|
Prinsip
|
Rasional
|
Intervensi
Keperawatan
|
|
Tujuan :
Membantu Evaluasi Diri Pasien
|
||
|
Bantu pasien untuk menjabarkan
masalah secara jelas.
Gali respons
adaptif dan maladaptif pasien terhadap masalah.
|
Hanya setelah masalah dujabarkan
dengan benar, pilihan alternatif dapat diusulkan.
Penggalian koping tersebut penting
untuk memeriksa pilihan koping pasien dan mengevaluasi akibat positif dan
negatif.
|
Identifikasi stresor yang relevan
dan penilaian pasien terhadap stresor.
Klarifikasi bahwa keyakinan pasien
mempengaruhi perasaan dan perilakunya.
Identifikasi bersama keyakinan
yang salah, persepsi yang tidak benar, ilusi dan tujuan yang tidak realistik.
Identifikasi bersama area kekuatan.
Tempatkan konsep keberhasilan dan
kegagalan dalam pandangan yang sesuai.
Gali penggunaan sumber koping
pasien.
Uraikan kepada pasien bahwa semua
respons koping dapat dipilih dan mempunyai akibat baik positif maupun
negatif.
Bandingkan respon adaptif dan
maladaptif.
Identifikasi bersama kerugian
respons koping yang maladaptif.
Identifikasi bersama keuntungan,
atau “hasil” respons koping adaptif.
Bahas bagaimana hasil tersebut
mendukung penggunaan respons koping adaptif selanjutnya.
Gunakan berbagai keterampilan
terapeutik, seperti :
1. Komunikasi fasilitatif.
2. Konfrontasi suportif.
3. Klarifikasi peran.
4. Reaksi transferens dan kontertransferens dalam hubungan
perawat-pasien.
5. psikodrama
|
Tabel 1.4 Intervensi Keperawatan terhadap perubahan
konsep diri Tingkat 4
|
Prinsip
|
Rasional
|
Intervensi
Keperawatan
|
|
Tujuan :
Membantu Pasien dalam Merumuskan Rencana Tindakan yang Realistik
|
||
|
Bantu pasien mengidentifikasi
solusi alternatif.
Bantu pasien mengkonsepualisasi
tujuan yang realistik
|
Hanya setelah semua alternatif
yang memungkinkan dievaluasi baru dapat terjadi suatu perubahan.
Penetapan tujuan harus mencakup
jabaran yang jelas tentang perubahan yang diharapkan.
|
Bantu pasien memahami bahwa hanya
dia yang dapat mengubah dirinya, bukan orang lain.
Jika pasien berpegang pada
persepsi yang tidak konsisten, bantu pasien untuk melihat bahwa dia dapat
mengubah :
1. keyakinan atau ideal mendekati suatu kenyataan.
2. Lingkungan membuatnya konsisten dengan keyakinan pasien.
Jika konsep diri tidak konsisten
dengan perilaku, pasien dapat mengubah :
1. Perilaku yang sesuai dengan konsep diri.
2. Keyakinan yang melatar belakangi konsep diri termasuk
perilaku.
3. Ideal diri.
Tinjau bersama bagaimana pasien
dapat lebih baik menggunakan sumber koping.
Dorong pasien untuk merumuskan
tujuannya sendiri ( bukan tujuan anda ).
Bahas bersama konsekuensi yang
bersifat emosional, praktikal dan realistik dari tiap tujuan.
Bantu pasien untuk menjabarkan
secara jelas perubahan konkrit yang diinginkan.
Gunakan latihan peran, contoh
peran, permainan peran, dan visualisasi jika sesuai.
|
Tabel
1.5 Intervensi Keperawatan terhadap perubahan
konsep Gangguan Citra Diri Tingkat 5
|
Prinsip
|
Rasional
|
Intervensi
Keperawatan
|
|
Tujuan :
Membantu Pasien agar Bertekat untuk Membuat Keputusan dan Mencapai Tujuannya
Sendiri
|
||
|
Bantu pasien melakukan tindakan
yang diperlukan untuk mengubah respons koping maladaptif dan mempertahankan
respons koping yang adaptif.
|
Tujuan utama dalam meningkatkan
penghayatan adalah membuat pasien mengganti respons koping yang maladaptif
dengan yang lebih adaptif.
|
Berikan kesempatan kepada pasien
untuk mengalami suatu keberhasilan.
Dukung kekuatan, keterampilan, dan
aspek yang sehat dari kepribadian pasien.
Dukung pasien untuk memperoleh
bantuan (pekerjaan, finansial, pelayanan masyarakat ).
Gunakan kelompok untuk
meningkatkan harga diri pasien.
Tingkatkan perbedaan diri pasien
dalam keluarga.
Beri pasien waktu yang cukup untuk
berubah.
Beri sejumlah dukungan yang sesuai
dan positif untuk membantu pasien mempertahankan kemajuannya.
|
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Citra tubuh adalah
bagaimana cara individu mempersepsikan tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak
sadar yang meliputi ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi tubuh berikut
bagian-bagiannya. Dengan kata lain, citra tubuh adalah kumpulan sikap individu,
baik yang disadari ataupun tidak yang ditujukan terhadap dirinya.
B. Saran
Setiap orang harus bisa
menerima apapun yang ada pada dirinya, sehingga jika ada ketidakpuasan persepsi terhadap tubuhnya
tidak membuat individu merubah dirinya kearah yang negatif. Maka ketika
individu berhasil untuk menerima dirinya sendiri dan bisa mencapai sesuatu hal
tersebut. Dan pada akhirnya pandangan manusia dalam mendeskripsikan pandangan
terhadap citra tubuhnya bukan malah memburuk tetapi berharap lebih baik.
Diposkan oleh Haerani
Asrina di 21.06
Kirimkan Ini lewat
EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
DAFTAR
PUSTAKA
Azizah, Lilik.M. 2011.
Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktek Klinik. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Depkes RI. 1993,
Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa di Indonesia.III Depkes RI.
Doenges. M. 2006.
Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Hawan. D. 2004.
Manajemen Stress, cemas dan depresi. Jakarta : Gaya Baru.
Keliat,.B.A. 2009.
Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC.
Sujono. 2009. Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Videbeck, Shela. 2008.
Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar