Kamis, 05 Maret 2015

Citra Tubuh

 Citra Tubuh
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Keindahan ataupun penampilan ragawi yang menarik, merupakan salah satu aspek penting dalam membuat kesan pertama dan juga bisa membuat orang lain tertarik pada diri kita. Sekalipun penilaian seperti ini tentulah sangat dangkal dan terkesan tidak melihat 'isi' ataupun hal-hal lain di luar penampilan, tetapi tidak bisa disangkal bahwa orang memang cenderung melihat penampilan fisik ataupun tampilan 'luar' saja.
Menurut pendapat peneliti, kita akan lebih merasa senang jika melihat orang yang memiliki penampilan 'enak dipandang' dan bersih daripada orang yang 'dekil', kotor atau tidak terawat. Salah satu aspek penampilan fisik yang penting dan merupakan hal yang paling 'terlihat' adalah tubuh. Tubuh yang langsing, ramping, kencang bagi wanita ataupun tubuh pria yang berotot, tinggi besar, 'keras' bagi pria merupakan idaman semua orang. Jika dibandingkan dengan tubuh yang 'kerempeng', kurus kering ataupun tubuh gemuk yang buruk, 'malas' dan terlihat tidak lincah, orang lebih ingin memiliki tubuh ideal yang langsing dan kencang, yang menandakan kesehatan dan juga membuat seseorang lebih terlihat percaya diri dan menarik.
Penampilan fisik juga merupakan salah satu aspek yang penting untuk menarik perhatian lawan jenis. Dari segi fisiologis, penelitian pada perilaku hewan yang dilakukan oleh ahli zoologi mengemukakan bahwa binatang jantan maupun betina mengalami perubahan fisiologis yang terjadi tanpa disadari ketika mereka berusaha menarik perhatian satu sama lain. Perilaku yang sama juga terjadi pada manusia, karena terjadi secara tidak disadari dan tidak bisa dijelaskan, perilaku-perilaku ini kemungkinan besar merupakan bawaan (Pease, XXXX).

B.  Rumusan Masalah
1.    Jelaskan konsep tentang citra tubuh?
2.    Jelaskan asuhan keperawatan tentang konsep diri yaitu citra tubuh?

C.  Tujuan
1.    Mahasiswa/i mampu mengetahui dan memahami tentang konsep citra tubuh
2.    Mahasiswa/i mampu mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan tentang citra tubuh
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian
Menurut Honigman dan Castle, body image adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, bagaimana seseorang mempersepsikan dan memberikan penilaian atas apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan bagaimana kira-kira penilaian orang lain terhadap dirinya. Sebenarnya, apa yang dia pikirkan dan rasakan, belum tentu benar-benar merepresentasikan keadaan yang aktual, namun lebih merupakan hasil penilaian diri yang subyektif (Dewi, 2009).
Citra tubuh membentuk persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dari pandangan orang lain (Potter & Perry, 2005).
Citra tubuh adalah sikap individu terhadap tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar, meliputi performance, potensi tubuh, fungsi tubuh serta persepsi dan perasaan tentang ukuran tubuh dan bentuk tubuh (Sunaryo, 2004).
Sejak lahir individu mengeksplorasikan bagian tubuhnya, menerima reaksi tubuhnya dan menerima stimulus orang lain. Pandangan realistis terhadap diri, menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman, terhindar dari rasa cemas dan menigkatkan harga diri. Persepsi dan pengalaman individu terhadap tubuhnya dapat mengubah citra tubuh secara dinamis. Persepsi orang lain dilingkungan pasien terhadap tubuh pasien turut mempengaruhi penerimaan pasien pada dirinya (Keliat, 1998).
Citra tubuh adalah bagaimana cara individu mempersepsikan tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar yang meliputi ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi tubuh berikut bagian-bagiannya. Dengan kata lain, citra tubuh adalah kumpulan sikap individu, baik yang disadari ataupun tidak yang ditujukan terhadap dirinya. Beberapa hal terkait citra tubuh antara lain:
1.    Fokus individu terhadap bentuk fisiknya.
2.    Cara individu memandang dirinya berdampak penting terhadap aspek psikologis individu tersebut.
3.    Citra tubuh seseorang sebagian dipengaruhi oleh sikap dan respon orang lain  terhadap dirinya, dan sebagian lagi oleh eksplorasi individu terhadap dirinya.
4.    Gambaran yang realistis tentang menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman serta mencegah kecemasan dan meningkatkan harga diri.
5.    Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap citra tubuhnya dapat mencapai kesuksesan dalam hidup (Mubarak, Wahit & Chayatin, 2008).

B.   Etiologi
Kondisi  Patofisiologi dan Psikopatologis dan prosedur terapeutik yang dapat menimbulkan gangguan citra tubuh :
1.    Eksisi bedah atau gangguan bagian tubuh
      Enterostomi
      Mastaktomi
      Histerektomi
      pembedahan kardiovaskuler
      pembedahan leher radikal
      laringektomi
2.    Amputasi pembedahan atau traumatik
3.    Luka bakar
4.    Trauma wajah
5.    Gangguan makan
      anoreksia nervosa
      bulimia
6.    Obesitas
7.    Gangguan muskuluskeletal
      atritis
8.    Gangguan integumen
      Psoriasis
      Skar sekunder akibat trauma atau pembedahan
9.    Lesi otak
      Cerebrovaskular accident
      Demensia
      Penyakit parkinson
10. Gangguan afektif
      Depresi
      Skizofrenia
11. Gangguan endokrin
      Akromegali
      Sindroma chusing
12. Penyalahgunaan bahan kimia
13. Prosedur diagnostik
14. Kehilangan atau pengurangan fungsi
      Impotensi
      Pergerakan/kendali
      Sensori/persepsi
      Memori
15. Terapi modalitas
      Teknologi tinggi (misalnya impian defibrilator, prostesis sendi, dialisis)
      Kemoterapi
16. Nyeri
17. Perubahan psikososial atau kehilangan
      Perubahan volunter atau dipaksakan dalam peran bekerja atau sosial
      Dukungan orang terdekat
      Perceraian
      Kepemilikan pribadi (rumah, perlengkapan rumah tangga, keuangan)
      Translokasi/relokasi
18. Respon masyarakat terhadap penuaan   (agetasim)
      Umpan balik interpersonal negatif
      Penekanan pada produktivitas
19.   Defisit pengetahuan (personal, pemberi asuhan, atau masyarakat)

C.  Gangguan Citra Tubuh
Citra tubuh membangun sebuah kompleks yang didefenisikan oleh kita “persepsi, pikiran dan perasaan mengenai pengalaman tubuh” yang tertanam dan dibentuk dalam konteks sosial budaya kita tidak hanya menyediakan rasa diri, citra tubuh juga mempengaruhi bagaimana kita berpikir, bertindak dan berhubungan dengan orang lain, yang tiba-tiba perubahan dalam satu penampilan fisik sebagai hasil dari pekerjaan yang berhubungan dengan amputasi dapat hadir signifikan dan kompleks sebagai  tantangan psikologis (Wald & Alvaro, 2004).
Gangguan citra tubuh biasanya melibatkan distorsi dan persepsi negatif tentang penampilan fisik mereka. Perasaan malu yang kuat, kesadaran diri dan ketidaknyamanan sosial sering menyertai penafsiran ini. Sejumlah perilaku menghindar sering digunakan untuk menekan emosi dan pikiran negatif, seperti visual menghindari kontak dengan sisa ekstremitas, mengabaikan kebutuhan perawatan diri dari sisa ekstremitas dan menyembunyikan sisa ekstremitas lain.
Pada akhirnya reaksi negatif ini dapat mengganggu proses rehabilitasi dan berkontribusi untuk meningkatkan isolasi sosial (Wald & Alvaro, 2004).
Individu yang mempunyai gangguan bentuk tubuh bisa tersembunyi atau tidak kelihatan atau dapat juga meliputi suatu bagian tubuh yang berubah secara signifikan dalam bentuk struktur yang disebabkan oleh rasa trauma atau penyakit.
Beberapa individu boleh juga menyatakan perasaan ketidakberdayaan, keputusasaan, dan kelemahan, dan boleh juga menunjukkan perilaku yang bersifat merusak terhadap dirinya sendiri, seperti penurunan pola makan atau usaha bunuh diri. (Kozier, 2004).
Suatu gangguan citra tubuh dapat diketahui perawat dengan mewawancarai dan mengamati pasien secara berhati-hati untuk mengidentifikasi bentuk ancaman dalam citra tubuhnya (fungsi signifikan bagian yang terlibat, pentingnya penglihatan dan penampilan fisik bagian yang terlibat); arti kedekatan pasien terhadap anggota keluarga dan anggota penting lainnya dapat membantu pasien dan keluarganya (Kozier, 2004).
Respon pasien terhadap kelainan bentuk atau keterbatasan meliputi perubahan dalam kebebasan. Pola ketergantungan dalam komunikasi dan sosialisasi.
      Respon terhadap kelainan bentuk atau keterbatasan dapat berupa:
1.    Respon penyesuaian: menunjukkan rasa sedih dan duka cita (rasa shock, kesangsian, pengingkaran, kemarahan, rasa bersalah atau penerimaan).
2.    Respon mal-adaptip: lanjutan terhadap penyangkalan yang berhubungan dengan kelainan bentuk atau keterbatasan yang tejadi pada diri sendiri. Perilaku yang bersifat merusak, berbicara tentang perasaan tidak berharga atau perubahan kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.
      Respon terhadap pola kebebasan – ketergantungan dapat berupa:
1.    Respon penyesuaian: merupakan tanggung jawab terhadap rasa kepedulian (membuat keputusan) dalam mengembangkan perilaku kepedulian yang baru terhadap diri sendiri, menggunakan sumber daya yang ada, interaksi yang saling mendukung dengan keluarga.
2.    Respon mal-adaptip: menunjukkan rasa tanggung jawab akan rasa kepeduliannya terhadap yang lain yang terus-menerus bergantung atau dengan keras menolak bantuan.
      Respon terhadap Sosialisasi dan Komunikasi dapat berupa:
1.      Respon penyesuaian: memelihara pola sosial umum, kebutuhan komunikasi dan menerima tawaran bantuan, dan bertindak sebagai pendukung bagi yang lain.
2.      Respon mal-adaptip: mengisolasikan dirinya sendiri, memperlihatkan sifat kedangkalan kepercayaan diri dan tidak mampu menyatakan rasa (menjadi diri sendiri, dendam, malu, frustrasi, tertekan) (Carol, 1997).

D.  Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Citra Tubuh
Citra tubuh dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan aspek lainnya dari konsep diri. Selain itu, sikap dan nilai kultural dan sosial jugamempengaruhi citra tubuh. Pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dan pandangan orang lain.
Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang realistik terhadap dirinya, menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan membuatnya lebih merasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri. Proses tumbuh kembang fisik dan kognitif perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh bila dibandingkan dengan aspek lain dari konsep diri (Potter & Perry, 2005).

E.   Negatif  Dan Positif Citra Tubuh
Citra tubuh yang negatif merupakan suatu persepsi yang salah mengenai bentuk individu, perasaan yang bertentangan dengan kondisi tubuh individu sebenarnya. Individu merasa bahwa hanya orang lain yang menarik dan bentuk tubuh dan ukuran tubuh individu adalah sebuah tanda kegagalan pribadi. Individu merasakan malu, self-conscious, dan khawatir akan  badannya. Individu merasakan canggung dan gelisah terhadap badannya (Dewi, 2009).
Citra Tubuh yang positif merupakan suatu persepsi yang benar tentang bentuk individu, individu melihat tubuhnya sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Individu menghargai badan/tubuhnya yang alami dan individu memahami bahwa penampilan fisik seseorang hanya berperan kecil dalam menunjukkan karakter mereka dan nilai dari seseorang. Individu merasakan bangga dan menerimanya bentuk badannya yang unik dan tidak membuang waktu untuk mengkhawatirkan makanan, berat badan, dan kalori. Individu merasakan yakin dan nyaman dengan kondisi badannya (Dewi, 2009).

F.   Manifestasi Klinis Citra Tubuh
Tanda dan gejala gangguan citra tubuh, (Harnawatiaj, 2008) yaitu:
1.    Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
2.    Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan terjadi
3.    Menolak penjelasan perubahan tubuh
4.    Persepsi negatif pada tubuh
5.    Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang
6.    Mengungkapkan keputusasaan
7.    Mengungkapkan ketakutan



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN KONSEP DIRI ( CITRA TUBUH )
A.  Pengkajian
Pengkajian perubahan citra tubuh terintegrasi dengan pengkajian lain. Setelah diagnosa, tindakan operasi dan program terapi biasanya tidak segera tampak respon pasien terhadap perubahan-perubahan. Tetapi perawat perlu mengkaji kemampuan pasien untuk mengintegrasikan perubahan citra tubuh secara efektif (Keliat, 1998).

B.   Diagnosa Keperawatan
Selama pasien dirawat, perawat melakukan tindakan untuk diagnosa potensial, dan akan dilanjutkan oleh perawat di Unit Rawat Jalan untuk memonitor kemungkinan diagnosa aktual.
Beberapa diagnosa gangguan citra tubuh adalah potensial gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan efek pembedahan serta menarik diri yang berhubungan dengan perubahan penampilan (Keliat, 1998). Adapun Diagnosa yang mungkin Muncul diantaranya:
1.    Gangguan konsep diri : Gangguan Citra Tubuh
2.    Isolasi social : menarik diri

C.  Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan tindakan keperawatan bagi pasien perubahan citra tubuh adalah meningkatkan keterbukaan dan hubungan saling percaya, peran serta pasien sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, mengidentifikasi perubahan citra  tubuh, menerima perasaan dan pikirannya, menetapkan masalah yang dihadapinya, mengidentifikasi kemampuan koping dan sumber pendukung lainnya, melakukan tindakan yang dapat mengembalikan integritas diri (Keliat, 1998).
         Diagnose I : gangguan citra tubuh
SP Pasien
      Tujuan Umum :
 Kepercayaan diri klain kembali normal
 Tujuan khusus :
 Pasien dapat mengidentifikasi citra tubuhnya .
 Pasien dapat mengidentifikasi potensi (aspek positif).
 Pasien dapat melakukan cara untuk meningkatkan citra tubuh.
 Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
      Intervensi
 Diskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya yang dulu dan saat ini, perasaan dan harapan yang dulu dan saat ini terhadap citra tubuhnya.
 Diskusikan potensi bagian tubuh yang lain.
 Bantu pasien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu.
 Ajarkan untuk meningkatkan citra tubuh.
 Gunakan protese, wig,Gunakan protese, wig,kosmetik atau yg lainnya sesegera mungkin,gunakan pakaian yang baru.
 Motivasi pasien untuk melihat bagian yang hilang secara bertahap.
 Bantu pasien menyentuh bagian tersebut.
 Motivasi pasien untuk melakukan aktifitas yang mengarah kepada pembentukan tubuh yang ideal.
 Lakukan interaksi secara bertahap
 Susun jadual kegiatan sehari-hari.
 Dorong melakukan aktifitas sehari dan terlibat dalamkeluarga dan sosial.keluarga dan sosial.
 Dorong untuk mengunjungi teman atau orang lain yang berarti/mempunyai peran pentingbaginya.
 Beri pujian thd keberhasilan pasienmelakukan interaksi.
SP keluarga
      Tujuan umum :
 Kluarga dapat membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri klien
      Tujuan khusus :
 Keluarga dapat mengenal masalah gangguan.
 Keluarga dapat mengenal masalah gangguancitra tubuhcitra tubuh.
 Keluarga mengetahui cara mengatasi.
 Keluarga mengetahui cara mengatasimasalah gangguan citra tubuhmasalah gangguan citra tubu.
 Keluarga mampu merawat pasien gangguancitra tubuhcitra tubuh.
 Keluarga mampu mengevaluasi kemampuanKeluarga mampu mengevaluasi kemampuanpasien dan memberikan pujian ataspasien dan memberikan pujian ataskeberhasilannya.keberhasilannya.
      Intervensi 
 Jelaskan dengan keluarga tentang gangguan citra tubuh yang terjadi pada pasien.
 Jelaskan kepada keluarga cara mengatasi gangguan citra tubuh.
 Ajarkan kepada keluarga cara merawat pasien.
 Menyediakan fasilitas untuk  memenuhi kebutuhan pasien dirumah.
 Menfasilitasi interaksi dirumah.
 Melaksanakan kegiatan dirumah dan sosial.
 Memberikan pujian atas keberhasilan pasien.

D.    Evaluasi
Keberhasilan tindakan terhadap perubahan gambaran tubuh pasien dapat diidentifikasi melalui perilaku pasien yaitu memulai kehidupan sebelumnya, termasuk hubungan interpersonal dan sosial, pekerjaan dan cara berpakaian, mengemukakan perhatiannya terhadap perubahan citra tubuh, memperlihatkan kemampuan koping, kemampuan meraba, melihat, memperlihatkan bagian tubuh yang berubah, kemampuan mengintegritasikan perubahan dalam kegiatan (pekerjaan, rekreasi dan seksual), harapan yang disesuaikan dengan perubahan yang terjadi, mampu mendiskusikan rekonstruksi (Keliat, 1998). Penyesuaian terhadap perubahan citra tubuh melalui proses seperti berikut:
1.   Syok psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama pembuatan stoma ditetapkan sebagai tindakan atau pada saat stoma telah ada (paska operasi). Syok psikologis digunakan sebagai reaksi terhadapa ansietas. Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan tubuh membuat pasien menggunakan mekanisme pertahanan seperti mengingkari, menolak, projeksi untuk mempertahankan keseimbangan diri.
2.   Menarik diri, pasien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan tetapi karena tidak mungkin maka pasien menghindari/lari secara emosional. Pasien menjadi positif, tergantung, tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam perawatannya.
3.   Penerimaan/pengakuan secara bertahap. Setelah pasien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan/berduka muncul. Setelah fase ini pasien mulai melakukan reintegrasi dengan citra tubuh yang baru.
4.   Integrasi merupakan proses yang panjang dapat mencapai beberapa bulan, oleh karena itu perencanaan pulang dan perawatan dirumah perlu dilaksanakan. Pasien tidak sesegera mungkin dilatih (Keliat, 1998).




BAB IV
PENGKAJIAN KASUS
Kasus
Tn/Ny 35 tahun wiraswasta sukses, 6 bulan yang lalu kerugian besar dan bangkrut. Sejak saat itudia sering mengurung diri, nafsu makan tidak ada, sulit tidur, suka mengeluh nyeri dada dan mengeluh sesak nafas. Dari hasil pemeriksaan dokter Tn/Ny tersebut mengalami goncangan emosi.
A.      Gangguan Citra Tubuh
1.       Pengertian
Citra tubuh merupakan komponen dari konsep diri yang dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik. Citra tubuh adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya, termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi. Gangguan citra tubuh adalah perasaan tidak puas terhadap perubahan bentuk, struktur dan fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan yang diinginkan.

2.       Etiologi
Kondisi  Patofisiologi dan Psikopatologis dan prosedur terapeutik yang dapat menimbulkan gangguan citra tubuh :
Eksisi bedah atau gangguan bagian tubuh
·         enterostomi
·         mastaktomi
·         histerektomi
·         pembedahan kardiovaskuler
·         pembedahan leher radikal
·         laringektomi
Amputasi pembedahan atau traumatik
Luka bakar
Trauma wajah
Gangguan makan
·         anoreksia nervosa
·         bulimia
Obesitas
Gangguan muskuluskeletal
·         atritis
Gangguan integumen
·         Psoriasis
·         Skar sekunder akibat trauma atau pembedahan
Lesi otak
·         Cerebrovaskular accident
·         Demensia
·         Penyakit parkinson
Gangguan afektif
·         Depresi
·         Skizofrenia
Gangguan endokrin
·         Akromegali
·         Sindroma chusing
Penyalahgunaan bahan kimia
Prosedur diagnostik
Kehilangan atau pengurangan fungsi
·         Impotensi
·         Pergerakan/kendali
·         Sensori/persepsi
·         Memori
Terapi modalitas
·         Teknologi tinggi (misalnya impian defibrilator, prostesis sendi, dialisis)
·         Kemoterapi
Nyeri
Perubahan psikososial atau kehilangan
·         Perubahan volunter atau dipaksakan dalam peran bekerja atau sosial
·         Dukungan orang terdekat
·         Perceraian
·         Kepemilikan pribadi (rumah, perlengkapan rumah tangga, keuangan)
·         Translokasi/relokasi
Respon masyarakat terhadap penuaan   (agetasim)
·         Umpan balik interpersonal negatif
·         Penekanan pada produktivitas
Defisit pengetahuan (personal, pemberi asuhan, atau masyarakat)

3.       Klasifikasi NOC
Data Objektif :
a.       Mengurung diri
b.      Dari hasil pemeriksaan dokter pasien mengalami Goncangan Emosi.
c.       Hilangnya bagian tubuh.
d.      Perubahan anggota tubuh baik bentuk maupun fungsi.
e.      Menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang terganggu.
f.        Menolak melihat bagian tubuh.
g.       Aktifitas sosial menurun.

Data Subyektif :
a.       Nafsu makan tidak ada.
b.      Sulit tidur
c.       Pasien suka mengeluh nyeri di dada.
d.      Pasien mengeluh sesak nafas.
e.      Menolak perubahan anggota tubuh saat ini, misalnya tidak puas dengan hasil operasi.
f.        Mengatakan hal negatif tentang anggota tubuhnya yang tidak berfungsi.
g.       Mengungkapkan perasaan tidak berdaya, tidak berharga, keputusasaan.
h.      Menolak berinteraksi dengan orang lain.
i.         Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi terhadap bagian tubuh yang terganggu.
j.        Sering mengulang-ulang mengatakan kehilangan yang terjadi.
k.       Merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang.

4.       Intervensi berdasarkan NIC dan kriteria hasil berdasarkan NOC
Individu :
a.       Tujuan dan kriteria hasil
1)      Pasien dapat mengidentifikasi citra tubuhnya.
2)      Pasien dapat mengidentifikasi potensi ( aspek positif ) dirinya.
3)      Pasien dapat mengetahui cara-cara untuk meningkatkan citra tubuh.
4)      Pasien dapat melakukan cara-cara untuk meningkatkan citra tubuh.
5)      Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain tanpa terganggu.
b.      Tindakan Keperawatan
1)      Diskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya : dulu dan saat ini, perasaan tentang citra tubuhnya dan harapan terhadap citra tubuhnya saat ini.
2)      Diskusikan potensi bagian tubuh yang lain.
3)      Bantu pasien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu.
4)      Ajarkan pasien meningkatkan citra tubuh dengan cara :
a)      Gunakan protese, wig, kosmetik atau yang lainnya sesegera mungkin, gunakan pakaian yang baru.
b)      Motivasi pasien untuk melihat bagian yang hilang secara lengkap.
c)       Bantu pasien menyentuh bagian tersebut.
d)      Motivasi pasien untuk melakukan aktifitas yang mengarah pada pembentukan tubuh yang ideal.
5)      Lakukan interaksi secara bertahap dengan cara :
a)      Susun jadwal kegiatan sehari-hari.
b)      Dorong melakukan aktifitas sehari-hari dan terlibat dalam aktifitas keluarga dan sosial.
c)       Dorong untuk mengunjungi teman atau orang lain yang berarti/mempunyai peran penting baginya.
d)      Beri pujian terhadap keberhasilan pasien melakukan interaksi.

Keluarga :
a.       Tujuan dan kriteria hasil
1)      Keluarga dapat mengenal masalah gangguan citra tubuh.
2)      Keluarga mengetahui cara mengatasi masalah gangguan citra tubuh.
3)      Keluarga mampu merawat pasien gangguan citra tubuh.
4)      Keluarga mampu mengevaluasi kemampuan pasien dan memberikan pujian atas keberhasilannya.

b.      Tindakan Keperawatan
1)      Jelaskan dengan keluarga tentang gangguan citra tubuh yang terjadi pada pasien.
2)      Jelaskan kepada keluarga cara mengatasi masalah gangguan citra tubuh.
3)      Ajarkan kepada keluarga cara merawat pasien :
a)      Menyediakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan pasien dirumah.
b)      Memfasilitasi interaksi di rumah.
c)       Melaksanakan kegiatan di rumah dan sosial.
d)      Memberikan pujian atas kegiatan yang telah dilakukan pasien.
4)      Ajarkan kepada keluarga untuk mengevaluasi perkembangan kemampuan pasien seperti pasien mampu menyentuh dan melihat anggota tubuh yang terganggu, melakukan aktifitas di rumah dan di masyarakat tanpa hambatan.
5)      Beri pujian yang realistis terhadap keberhasilan keluarga.
6)      TAK : stimulasi persepsi HDR.

4.       Intervensi Spesialis
a.       Terapi Individu            :     Terapi CBT, terapi kognitif.
b.      Terapi Keluarga           :     Family system therapy, terapi komunikasi.
c.       Terapi Kelompok        :     Logoterapi, terapi supportif.
d.      Terapi Komunitas       :     Psikoedukasi.


5.       Implementasi
Tindakan terhadap Perubahan Konsep Diri ( Gangguan Citra Tubuh )
Intervensi keperawatan membantu pasien memeriksa penilaian kognitif dirinya terhadap situasi yang berhubungan dengan perasaan untuk membantu pasien meningkatkan penghayatan diri dan kemudian melakukan tindakan untuk mengubah perilaku. Pendekatan penyelesaian masalah ini memerlukan tingkat intervensi yang progresif, sebagai berikut :
a.       Meluaskan kesadaran diri
b.      Eksplorasi diri
c.       Evaluasi diri
d.      Perencanaan yang realistik
e.      Komitmen terhadap tindakan
Tabel 1.1              Intervensi keperawatan untuk mengubah konsep diri pada Tingkat 1
Prinsip
Rasional
Intervensi Keperawatan
Tujuan : Meluaskan Kesadaran Diri Pasien
Bina hubungan terbuka, saling percaya.






Bekerja dengan pasien bagaimanapun kekuatan egonya.





















Maksimalkan peran serta pasien dalam hubungan terapeutik.
Kurangi ancaman yang terlihat dalam sikap perawat terhadap pasien, bantu pasien untuk meluaskan dan menerima semua aspek kepribadian.



Kekuatan ego tingkat tertentu, seperti kapasitas untuk uji realitas, kontrol diri, atau tingkat integritas ego, dibutuhkan sebagai dasar asuhan keperawatan kemudian.

















Timbal balik diperlukan bagi pasien untuk menerima tanggung jawab terhadap perilaku dan respons kopinnya yang maladaptif.
Tawarkan penerimaan tanpa syarat.
Dengarkan pasien.
Dukung pembahasan tentang pikiran dan perasaan pasien.
Berespons tanpa mendakwa.
Sampaikan bahwa pasien adalah seorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.

Identifikasi kekuatan ego pasien.
Pedoman bagi pasien dengan sumber ego yang terbatas :
1.       Mulai dengan meyakinkan identitas pasien.
2.       Berikan dukungan untuk mengurangi tingkat ansietas panik.
3.       Dekati pasien dengan cara tidak menuntut.
4.       Terima dan upayakan klarifikasi komunikasi verbal dan nonverbal.
5.       Cegah pasien dari pengisolasian diri.
6.       Bina rutinitas yang sederhana bagi pasien.
7.       Tetapkan batasan untuk perilaku yang tidak tepat.
8.       Orientasi pasien terhadap realitas.
9.       Kuatkan perilaku yang sesuai.
10.   Tingkatkan aktifitas dan tugas yang dapat memberikan pengalaman positif secara bertahap.
11.   Bantu dalam kebersihan dan kecantikan diri.
12.   Dukung pasien dalam asuhan mandiri.

Tingkatkan peran serta pasien secara bertahap dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan asuhan dirinya.
Sampaikan bahwa pasien adalah individu yang bertanggung jawab.





Tabel 1.2              Intervensi keperawatan untuk mengubah konsep diri  Tingkat 2
Prinsip
Rasional
Intervensi Keperawatan
Tujuan : Mendukung Eksplorasi Diri Pasien
Bantu pasien untuk menerima perasaan-perasaan dan pikiran – pikirannya.





Bantu pasien mengklarifikasi konsep diri dan hubungan dengan orang lain melalui pengungkapan diri.

Waspada dan kendalikan perasaan anda sendiri.






Berespons empatik, bukan simpatik, tekankan bahwa kekuatan untuk berubah berada pada pasien.
Dengan menunjukkan minat dan penerimaan terhadap perasaan dan pikiran pasien, perawat membantu pasien untuk melakukan hal yang sama.



Pengungkapan diri dan pemahaman terhadap persepsi diri diperlakukan untuk membawa perubahan yang akan datang; pengungkapan diri dapat mengurangi ansietas.
Kesadaran diri memungkinkan perawat memberikan model perilaku autentik dan membatasi pengaruh negatif kontertransferens dalam hubungan.



Simpati dapat menimbulkan rasa kasihan pasien; sebaliknya, perawat harus mengkomunikasikan bahwa situasi kehidupan pasien memerlukan kendali diri.
Dukung ekspresi emosi, keyakinan, perilaku, dan pikiran pasein-secara verbal, nonverbal, simbolik, atau langsung.
Gunakan keterampilan komunikasi terapeutik dan respon empati.
Catat penggunaan pemikiran logik dan tidak logik pasien serta laporkan dan amati respon emosinya.

Bangkitkan persepsi pasien tentang kelebihan dan kekurangan diri yang dimiliki.
Bantu pasien untuk menguraikan ideal diri.
Identifikasi kritik diri pasien.
Bantu pasien untuk menguraikan keyakinan tentang bagaimana ia berhubungan dengan orang lain dan dengan peristiwa.
Terbuka terhadap perasaan anda sendiri.
Terima perasaan positif dan negatif.
Gunakan diri secara terapeutik dengan :
1.       Berbagi perasaan anda dengan pasien.
2.       Mengungkapkan tentang apa yang mungkin orang lain rasakan.
3.       Mencerminkan persepsi anda terhadap perasaan pasien.

Gunakan respons empatik dan pantau diri anda terhadap perasaan simpati dan kasihan.
Tegaskan bahwa pasien bukan tidak berdaya atau tak kuasa dalam menghadapi masalah.
Tunjukkan pada pasien baik secara verbal maupun melalui perilaku bahwa pasien bertanggung jawab terhadap perilakunya sendiri, termasuk memilih respon koping yang adaptif dan maladaptif.
Gunakan sistem pendukung dari keluarga dan kelompok untuk memfasilitasi eksplorasi diri pasien.
Bantu pasien dalam mengenali sifat konflik dan respon koping maladaptif.

Tabel 1.3                    Intervensi Keperawatan terhadap perubahan konsep diri  Tingkat 3
Prinsip
Rasional
Intervensi Keperawatan
Tujuan : Membantu Evaluasi Diri Pasien
Bantu pasien untuk menjabarkan masalah secara jelas.









Gali respons adaptif  dan maladaptif pasien terhadap masalah.
Hanya setelah masalah dujabarkan dengan benar, pilihan alternatif dapat diusulkan.








Penggalian koping tersebut penting untuk memeriksa pilihan koping pasien dan mengevaluasi akibat positif dan negatif.
Identifikasi stresor yang relevan dan penilaian pasien terhadap stresor.
Klarifikasi bahwa keyakinan pasien mempengaruhi perasaan dan perilakunya.
Identifikasi bersama keyakinan yang salah, persepsi yang tidak benar, ilusi dan tujuan yang tidak realistik.
Identifikasi bersama area kekuatan.
Tempatkan konsep keberhasilan dan kegagalan dalam pandangan yang sesuai.
Gali penggunaan sumber koping pasien.

Uraikan kepada pasien bahwa semua respons koping dapat dipilih dan mempunyai akibat baik positif maupun negatif.
Bandingkan respon adaptif dan maladaptif.
Identifikasi bersama kerugian respons koping yang maladaptif.
Identifikasi bersama keuntungan, atau “hasil” respons koping adaptif.
Bahas bagaimana hasil tersebut mendukung penggunaan respons koping adaptif selanjutnya.
Gunakan berbagai keterampilan terapeutik, seperti :
1.       Komunikasi fasilitatif.
2.       Konfrontasi suportif.
3.       Klarifikasi peran.
4.       Reaksi transferens dan kontertransferens dalam hubungan perawat-pasien.
5.       psikodrama



Tabel 1.4                    Intervensi Keperawatan terhadap perubahan konsep diri  Tingkat 4
Prinsip
Rasional
Intervensi Keperawatan
Tujuan : Membantu Pasien dalam Merumuskan Rencana Tindakan yang Realistik
Bantu pasien mengidentifikasi solusi alternatif.
















Bantu pasien mengkonsepualisasi tujuan yang realistik
Hanya setelah semua alternatif yang memungkinkan dievaluasi baru dapat terjadi suatu perubahan.














Penetapan tujuan harus mencakup jabaran yang jelas tentang perubahan yang diharapkan.
Bantu pasien memahami bahwa hanya dia yang dapat mengubah dirinya, bukan orang lain.
Jika pasien berpegang pada persepsi yang tidak konsisten, bantu pasien untuk melihat bahwa dia dapat mengubah :
1.       keyakinan atau ideal mendekati suatu kenyataan.
2.       Lingkungan membuatnya konsisten dengan keyakinan pasien.
Jika konsep diri tidak konsisten dengan perilaku, pasien dapat mengubah :
1.       Perilaku yang sesuai dengan konsep diri.
2.       Keyakinan yang melatar belakangi konsep diri termasuk perilaku.
3.       Ideal diri.
Tinjau bersama bagaimana pasien dapat lebih baik menggunakan sumber koping.

Dorong pasien untuk merumuskan tujuannya sendiri ( bukan tujuan anda ).
Bahas bersama konsekuensi yang bersifat emosional, praktikal dan realistik dari tiap tujuan.
Bantu pasien untuk menjabarkan secara jelas perubahan konkrit yang diinginkan.
Gunakan latihan peran, contoh peran, permainan peran, dan visualisasi jika sesuai.




Tabel 1.5                    Intervensi Keperawatan terhadap perubahan konsep Gangguan Citra Diri Tingkat 5
Prinsip
Rasional
Intervensi Keperawatan
Tujuan : Membantu Pasien agar Bertekat untuk Membuat Keputusan dan Mencapai Tujuannya Sendiri
Bantu pasien melakukan tindakan yang diperlukan untuk mengubah respons koping maladaptif dan mempertahankan respons koping yang adaptif.
Tujuan utama dalam meningkatkan penghayatan adalah membuat pasien mengganti respons koping yang maladaptif dengan yang lebih adaptif.
Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengalami suatu keberhasilan.
Dukung kekuatan, keterampilan, dan aspek yang sehat dari kepribadian pasien.
Dukung pasien untuk memperoleh bantuan (pekerjaan, finansial, pelayanan masyarakat ).
Gunakan kelompok untuk meningkatkan harga diri pasien.
Tingkatkan perbedaan diri pasien dalam keluarga.
Beri pasien waktu yang cukup untuk berubah.
Beri sejumlah dukungan yang sesuai dan positif untuk membantu pasien mempertahankan kemajuannya.




BAB V
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Citra tubuh adalah bagaimana cara individu mempersepsikan tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar yang meliputi ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi tubuh berikut bagian-bagiannya. Dengan kata lain, citra tubuh adalah kumpulan sikap individu, baik yang disadari ataupun tidak yang ditujukan terhadap dirinya.
B.  Saran
Setiap orang harus bisa menerima apapun yang ada pada dirinya, sehingga jika ada  ketidakpuasan persepsi terhadap tubuhnya tidak membuat individu merubah dirinya kearah yang negatif. Maka ketika individu berhasil untuk menerima dirinya sendiri dan bisa mencapai sesuatu hal tersebut. Dan pada akhirnya pandangan manusia dalam mendeskripsikan pandangan terhadap citra tubuhnya bukan malah memburuk tetapi berharap lebih baik.
Diposkan oleh Haerani Asrina di 21.06
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest


DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik.M. 2011. Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktek Klinik. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Depkes RI. 1993, Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa di Indonesia.III Depkes RI.
Doenges. M. 2006. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Hawan. D. 2004. Manajemen Stress, cemas dan depresi. Jakarta : Gaya Baru.
Keliat,.B.A. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC.
Sujono. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Videbeck, Shela. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar